Jakarta, Gatra.com - Mayor Jenderal TNI (Purn) Kivlan Zen kembali mengajukan permohonan gugatan perbuatan melawan hukum kepada jaksa agung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Selain itu, ia juga menggugat Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto.
Kivlan meminta jaksa agung menyidik dan menuntut Wiranto terkait pembentukan Pasukan Pengamanan Masyarakat Swakarsa (Pam Swakarsa). Terutama saat pasukan tersebut mengamankan pelaksanaan Sidang Istimewa MPR tanggal 15-16 November 1998.
"Menyatakan tergugat (Kejaksaan Agung) telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan tidak melakukan penuntutan terhadap turut tergugat [Wiranto]," tertuang dalam petitum gugatan yang diterima oleh Gatra.com.
Gugatan tersebut terdaftar dengan nomor register 735/ Pdt.G/2019/PN. Jak Sel tertanggal 3 September 2019. "Kita sorong jaksa untuk tuntut [Wiranto]," kata Kuasa Hukum Kivlan Zen, Tonin Tachta saat dikonfirmasi, Selasa (3/9).
Sebenarnya, masalah PAM Swakarsa ini juga telah digugat oleh Kivlan secara perdata melawan Wiranto pada Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Perbedaannya, dalam gugatan di PN Jaksel ini, Kivlan menyertakan Kejaksaan Agung dengan berlandaskan surat putusan pidana korupsi nomor 354/Pid.B/2002/PN.Jak-Sel.
Menurutnya, dana nonbudgeter Bulog sejumlah Rp10 miliar diperuntukkan untuk PAM Swakarsa. Uang tersebut telah diterima oleh Wiranto secara bertahap sebanyak 2 kali. Masing-masing sebesar Rp5 milyar yaitu tanggal 3 Juni 1999 dan tanggal 3 September 1999.
"Berdasarkan dakwaan Tergugat [Kejaksaan Agung], [pemberian dana ini] memperkaya turut tergugat [Wiranto]. Dengan demikian, telah terjadi perbuatan melawan hukum tindak pidana korupsi," ujar Kivlan dalam materi gugatan.
Duduk perkaranya, saat Kivlan menjabat sebagai Kepala Staf Kostrad (Kas Kostrad) ABRI dan Wiranto saat itu menjabat Panglima ABRI (Pangab). PAM Swakarsa, kelompok masyarakat sipil bersenjata tajam bentukan ABRI, menghadang aksi mahasiswa sekaligus mengamankan Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat pada Tahun 1998.
Dalam petitum gugatan, Kivlan mengatakan, ia menanggung seluruh pembiayaan Pam Swakarsa. Khususnya, dalam pengamanan merebut kembali MPR dan pengamanan Pelantikan Presiden BJ. Habibie pada November 1998. Saat itu, dikerahkan 30.000 masyarakat sipil sebagai anggota Pam Swakarsa berdasarkan rencana Mabes Abri (Departemen Pertahanan dan Keamanan) yang menurutnya dibuat oleh Wiranto selaku Pangab dan Menteri Pertahanan dan Keamanan.
Namun seputar pembiayaan akomodasi dan konsumsi PAM Swakarsa, Kivlan mengaku merogoh koceknya sendiri hingga Rp8 miliar. Wiranto disebut hanya menyediakan dana dana di depan sebesar Rp400 juta di awal. Padahal selaku pemberi instruksi, Wiranto dituding telah menerima uang pembiayaan senilai Rp10 miliar yang bersumber dari dana nonbudgeter Badan Urusan Logistik (Bulog).
Selanjutnya, kucuran dana senilai Rp10 miliar itu telah terbukti dalam sidang terhadap Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung. Ia akhirnya divonis tiga tahun karena terbukti merugikan negara dalam kasus penyalahgunaan dana nonbudgeter Bulog sebesar Rp40 miliar.