Jakarta, Gatra.com - Sebanyak 62 orang ditetapkan tersangka dalam aksi tolak rasisme berujung ricuh di Papua sejak Senin lalu (19/8). Jumlah tersebut berdasarkan hasil penahanan yang dihimpun dari Polda Papua dan Papua Barat.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, mereka ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melakukan perusakan, pembakaran hingga penganiayaan.
Adapun 62 tersangka itu berasal dari Timika 10 orang, Sorong 7 orang, Manokwari 8 orang, Fak-fak 9 orang dan Papua secara umum sebanyak 28 orang.
Dedi menambahkan, tersangka itu berasal dari latar belakang yang berbeda.
"Ada dari mahasiswa dan masyarakat sipil. Gabungan antara massa yang diprovokasi oleh para perusuh," kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin malam (2/9).
Sebelumnya, warga Manokwari, Papua Barat, menggelar aksi dengan membakar ban bekas dan memblokir sejumlah jalan di Manokwari, Senin pagi (19/8).
Aksi ini disebut sebagai bentuk protes terhadap persekusi dan rasisme yang dilakukan oleh organisasi masyarakat (ormas) dan oknum aparat terhadap mahasiswa Papua, di sejumlah daerah, yakni Malang, Surabaya, dan Semarang.
Peristiwa itu dimulai saat aparat mengangkut paksa 43 mahasiswa Papua ke Mapolrestabes Surabaya, Sabtu Sore (17/8). Adapun penyebab pengangkutan itu, diduga untuk pemeriksaan dalam kasus perusakan dan pembuangan bendera Merah Putih ke dalam selokan.
Pengangkutan itu dilakukan setelah polisi menembakkan gas air mata dan menjebol pintu pagar asrama mahasiswa Papua di Surabaya.
Dampak insiden itu, aksi berlangsung di Manokwari meluas hingga Jayapura, Sorong, Fakfak, Timika hingga Deiyai. Polri menyebut beberapa fasilitas publik rusak, aktivitas sempat lumpuh total bahkan aksi dilaporkan menelan korban jiwa, dari aparat dan juga warga sipil.