Jakarta, Gatra.com - Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto kembali berangkat ke Papua hari ini, Senin (2/9) pukul 16.00 WIB. Kunjungan dua petinggi itu untuk memastikan kondisi Papua pascaaksi tolak rasisme di sejumlah titik, seperti Manokwari, Jayapura, Deiyai sejak Senin (19/8) lalu.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Muhammad Iqbal mengatakan, Tito dan Hadi juga akan melakukan dialog dengan tokoh masyarakat setempat.
"Tujuannya untuk menjamin keamanan agar situasi kembali sangat kondusif, walau saat ini relatif kondusif. Jadi masyarakat Papua dan Papua Barat bisa melakukan aktivitas seperti sedia kala," kata Iqbal di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (2/9).
Iqbal menambahkan, kunjungan itu bakal berlangsung selama 4-10 hari ke depan. Iqbal juga menyebut, kunjungan itu bisa berubah sesuai dengan situasi dan kondisi di sana.
"(Kapolri dan Panglima) juga memenuhi kepastian pelaksanaan penegakan hukum di situ, InsyaAllah, mungkin 4-10 hari disitu. Sangat tergantung situasi dan kondisi Papua dan seluruh wilayah Indonesia. Karena tanggung jawab bapak Kapolri dan TNI sesuai regulasi," ucapnya.
Sementara itu, Tito Karnavian sempat memerintahkan Kapolda Papua Barat, Brigjen Pol Herry Rudolf Nahak untuk mengeluarkan maklumat larangan demonstrasi. Perintah larangan tersebut untuk mencegah aksi kerusuhan.
"Saya sudah perintahkan kepada Kapolda Papua dan Papua Barat untuk mengeluarkan maklumat, maklumat untuk melakukan larangan demonstrasi atau unjuk rasa yang potensial anarkis," katanya.
Atas instruksi Kapolri tersebut, Kepolisian Daerah (Polda) Papua Barat mengeluarkan Maklumat bernomor MAK/08/IX/2019 itu dikeluarkan di Manokwari tertanggal 1 September 2019, dan ditandatangi Kepala Polda Papua Barat, Brigjen Herry Rudolf F Nahak.
Ada enam poin maklumat yang mengatur tentang pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum. Berikut isi enam maklumat selengkapnya:
1. Penyampaian pendapat di muka umum baik berupa unjukrasa, demonstrasi, pawai, rapat umum, dan/atau mimbar bebas dilarang membawa senjata api/karet, alat panah dan busur panah atau anak panah, senjata tajam, tombak, parang, senjata pemukul atau benda-benda yang membahayakan , serta telah memberitahukan terlebih dahulu secara tertulis 3 (tiga) hari sebelumnya.
2. Pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum harus mematuhi UU No.9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, Pasal 5 UU No 9 Tahun 1998 menyatakan bahwa warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum, wajib untuk menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain.
Selain itu, menghormati aturan-raturan moral yang diakui umum, dan menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum, dan menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.
3. Pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum dilarang mengganggu ketertiban umum, merusak fasilitas umum, melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan fungsi jalan raya/arus lalu lintas, melakukan provokasi yang bersifat anarkis, SARA dan dibatasi mulai pukul 06.00 Wit sampai dengan maksimal pukul 18.00 WIT.
4. Penutupan dan pemblokiran jalan yang dilakukan dengan sengaja menggunakan batu, pohon, ban bekas atau benda lain dapat dikenakan pidana maupun denda, sebagaimana pasal 192 KUHP dengan ancaman 9 tahun penjara dan pasal 63 Undang-undang Nomor 38 tahun 2004 tentang jalan dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 18 bulan atau denda paling banyak Rp1.500.000.000.
Tempat pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang ditujukan kepada instansi, hanya perwakilan saja yang dapat di fasilitasi untuk bertemu kepada pihak yang berkepentingan.
6. Apabila tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan melanggar hukum, maka akan dilakukan tindakan kepolisian secara tegas dan mulai peringatan, pembubaran kegiatan sampai kepada penegakan hukum. Bagi para pelaku serta penanggungjawab, dapat dipidanakan sesuai dengan undang-undang yang berlaku.