Brebes, Gatra.com – Pengguna Bahasa Sunda di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah semakin menyusut. Kini, satu-satunya kecamatan yang mayoritas warganya masih menggunakan bahasa Sunda hanya berada di kecamatan Salem.
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Purwokerto, Siti Junawaroh mengatakan riset sikap penutur bahasa Sunda di Kabupaten Brebes menunjukkan tren positif lemah. Artinya, pengguna bahasa Sunda di Brebes sudah digunakan namun sudah merasa malu jika menggunakan bahasa Sunda di kalangan umum.
Kata dia, bahasa Sunda kini cenderung hanya digunakan sebagai bahasa sehari-hari di lingkungan keluarga atau berkomunikasi dengan tetangga. Bahasa ini sudah sangat jarang digunakan di masyarakat umum, terlebih lembaga pendidikan, perusahaan, maupun kantor pemerintahan.
“Sudah tidak digunakan lagi di sekolah-sekolah, di kantor kecamatan atau kantor pemerintahan lainnya,” kata Siti, dalam diskusi Toponimi, di Desa Dermaji, Banyumas.
Dia menerangkan, penutur bahasa Sunda di Brebes sekitar 14 persen dari keseluruhan jumlah penduduk Brebes. Salah satu pusat penutur bahasa Sunda adalah Kecamatan Salem.
“Di kecamatan lainnya sudah mulai jarang,” ucapnya.
Menurut dia, kini warga lebih percaya diri menggunakan bahasa Indonesia. Ini terlepas dari penggunaan bahasa Jawa yang memang masih mayoritas di Kabupaten Brebes.
Dia mengemukakan, riset di Kabupaten Brebes ini menjadi pijakan untuk riset-riset selanjutnya di wilayah Jawa Tengah lain yang terdapat penutur bahasa Sunda. “Riset saya di Brebes ini seperti mengumpulkan remahan-remahan. Nanti akan dilakukan juga penelitian di Cilacap. Semoga sudah bisa menunjukkan hasil utuh,” ucapnya.
Sementara, Guru Besar Linguistik Universitas Padjadjaran (Unpad), Prof. Dr. Cece Sobarna mengatakan, gejala kepunahan bahasa Sunda di Jawa Tengah tak terlepas dari penyeragaman budaya dan bahasa yang diajarkan di lembaga pendidikan. Akibatnya, penutur bahasa Sunda ‘dipaksa’ untuk belajar bahasa Jawa sesuai dengan kurikulum yang ditetapkan.
Akibatnya, kata dia, anak-anak tidak lagi mengenal bahasa Sunda, yang sebenarnya merupakan bahasa ibu atau bahasa lokalnya.
“Saya berpendapat bahwa budaya dan bahasa yang diajarkan itu tidak hanya berdasar wilayah administratif. Tetapi, juga mempertimbangkan kekayaan budaya lokalnya,” kata Cece.