Jakarta, Gatra.com - Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS), Philip Vermonte mengatakan, pemerintah perlu melakukan pendekatan yang lebih humanis ketimbang militer.
Philip mengenang sosok Presiden ketiga Republik Indonesia, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang mampu melakukan pendekatan budaya dan dialog untuk menyelesaikan masalah yang terjadi di Papua
"Siapa orang di Pemerintah yang bisa bicara dengan orang di Papua. Ini yang agak susah. Mungkin paling baik orang Aceh. Pendekatan kultural menarik. Gus Dur dihormati dikenal sebagai pembela HAM dan Presiden sipil," kata Philip dalam diskusi Perspektif Indonesia di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (31/8).
Menurut Philip sebenarnya Presiden Jokowi memiliki salah satu syarat untuk bisa lebih dekat lagi pada masyarakat Papua sebagai Presiden sipil.
"Oportuniti besar. Sekarang Presiden Jokowi adalah pertama kali yang bisa survive dua kali dan ini modal besar legitimasi sipil yang dipilih kedua kalinya," ujar Philip.
Seperti diketahui dilansir Antara, aksi tolak tindakan rasisme yang digelar Kamis (29/8) sempat membuat aktivitas masyarakat lumpuh. Sejumlah pertokoan dan perkantoran sejak pukul 12.30 WIT tampak tutup, termasuk Mal Jayapura yang merupakan pusat perbelanjaan terbesar di Jayapura.
Di beberapa lokasi tampak massa berkelompok dan melakukan orasi, seperti di Jalan Irian yang berada di pusat kota. Massa itu diperkirakan berjumlah sekitar 50 orang, sedangkan aparat keamanan bersiaga di sekitarnya. Beberapa sekolah juga memulangkan siswanya sejak pukul 09.30 WIT.
Aparat keamanan TNI-Polri terlihat berjaga di sejumlah kawasan, sedangkan massa aksi dilaporkan masih berjalan kaki dari sejumlah wilayah termasuk dari Sentani yang saat ini sudah berada di Waena.
Angkutan kota sendiri tampak banyak yang memilih tidak beroperasi. "Memang kami sengaja tidak beroperasi guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan," ucap Supri, salah satu supir angkot jurusan Entrop-Pasir Dua.