Bantul, Gatra.com – Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) mendorong pemerintah segera menyusun regulasi kewargaan digital untuk meningkatkan literasi digital. Usulan ini diharapkan mendapat perhatian di periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo.
“Suka enggak suka, sekarang ini kita menuju peradaban baru, peradaban digital. Karena itu masyarakat perlu dibekali pengetahuan digital,” jelas Ketua Presidium Septiaji Eko Nugroho usai membuka musyawarah kerja nasional kedua Mafindo di Tembi, Bantul, Sabtu (31/8).
Menurutnya, regulasi ini perlu dihadirkan karena masyarakat belum banyak memanfaatkan dunia digital untuk kepentingan positif. Akibatnya di peradaban digital ini masyarakat tidak terlindungi. Kondisi ini berbeda di tingkat pemerintahan karena ada Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Mafindo berharap regulasi ini berupa Peraturan Presiden dan menjadikan Kementerian Komunikasi dan Informatika sebagai lembaga terdepan untuk menggandeng kementerian lain dan pemerintah daerah.
“Selain memuat mengenai upaya meningkatkan literasi digital masyarakat, regulasi ini juga mengatur tentang nilai-nilai bela negara yang bisa dilakukan di dunia digital yang tidak ada batasan,” katanya.
Saat ini, Nugroho menambahkan, penyebaran hoaks di Indonesia masih dalam skala domestik karena disampaikan dalam bahasa Indonesia. Berbeda dengan di Amerika Serikat, hoaks diproduksi dari Rusia dan bersifat sangat provokatif.
Ia menyampaikan, tidak menutup kemungkinan di masa mendatang negara lain dengan menggunakan kecerdasan buatan membuat hoaks di Indonesia dengan bahasa kita. “Dengan tingkat literasi digital masih rendah dan hubungan masyarakat yang terpolarisasi, hoaks dari luar dengan tujuan menghancurkan Indonesia akan lebih mudah,” ucap Nugroho.
Usulan regulasi kewargaan digital sudah masuk ke kantor Staf Kepresidenan. Mafindo berharap di masa jabatan keduanya, Presiden Jokowi dan orang-orang baru di kabinet menerimanya. Jika disetujui, Mafindo bersama masyarakat akan menyusun draf regulasi.
Kepala Bidang Informasi dan Komunikasi Publik Dinas Informasi dan Komunikasi DIY Rahmat Sutopo mengatakan penyebaran hoaks yang masif karena tidak ada proses klarifikasi di masyarakat. “Padahal Indonesia memiliki inisiatif periksa fakta yang kuat dibandingkan di negara Asia Pasifik. Pemerintah memiliki StopHoax.ID, kemudian ada TurnBackHoax.ID dan Cekfakta.com,” katanya.
Bekerja sama dengan Mafindo, Kominfo DIY mengajak masyarakat terus melakukan pemeriksaan fakta sebelum menyebarkan sebuah berita.