Home Politik Ini Perjuangan ASN yang Diberhentikan dari Kemenpora

Ini Perjuangan ASN yang Diberhentikan dari Kemenpora

Jakarta, Gatra.com - Eny Budi Sri Haryani terus berjuang setelah diberhentikan secara sepihak oleh Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Imam Nahrawi, sebagai Asisten Deputi Peningkatan Kreativitas Pemuda di Kementerian Pemudan dan Olagraga (Kemenpora).

Eny menyampaikan kisah perjuangannya tersebut saat melaporkan Menpora Imam Nahrawi di Ombudsman, Jakarta, Jumat (30/8). Ia berjuang karena alasan pemberhentiannya adalah karena menolak untuk mengikuti perintah salah seorang staf nonstruktural menteri untuk mengatur proyek Kirab Pemuda Kemenpora Tahun 2017.

"Saya disuruh untuk mengatur kegiatan Kirab Pemuda 2017 oleh salah satu staf khususnya menteri. Kalau di dalam, kita kenallah, dia orangnya menteri. Tapi mungkin menteri juga enggak mengakui. Dia itu yang sampaikan ke saya, saya harus gini dengan anggaran segini," kata Eny.

Selain itu, Eny juga sempat diminta untuk mengubah rancangan kegiatan. Namun, Eny menolak karena tidak adanya perintah langsung dari Menpora. Menurutnya, permintaan mengubah rancangan kegiatan Kirab Pemuda itu juga berpotensi melanggar aturan perundang-undangan. 

"Ini ada sangkut pautnya sama anggaran. Lumayan waktu itu, ada Rp40 miliar. Tapi kemudian disuruh anggarannya dipecah, swakelola, disuruh pakai dana bansos saja," ungkapnya, menuturkan perintah staf nonstruktural tersebut.

Penolakan itu akhirnya membuat Eny dipanggil ke ruang kerja Sesmenpora, Gatot Dewa Broto, pada 5 Oktober. Setelah berada di sana, dia disodori map tertutup yang isinya adalah Surat Keputusan (SK) Menteri Pemuda dan Olahraga No.75 Tahun 2017 tertanggal 25 September 2017. 

Baca juga: Jabatan Tak Dikembali, Bekas ASN Kemenpora Lapor Ombudsman

Eny mengaku kaget selepas ia menerima SK itu. Karena pada SK tersebut jelas tertulis bahwa ia diberhentikan dari jabatannya sebagai Asisten Deputi (Asdep) Peningkatan Kreativitas Pemuda Kemenpora. Tidak hanya itu, ia bahkan dikembalikan lagi ke kemeterian induknya yakni Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

"Begitu saya terima surat itu, saya kaget. Terus saya tanya ke dia, 'kenapa bisa begini? Kan prosedurnya seharusnya bukan begini. Ada salah apa saya?' Tapi dia dengan enteng jawab, kalau dia nggak tau," tuturnya.

Karena merasa ada yang janggal, Eny menggugat SK pemeberhentiannya itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, 15 Desember 2017. Gugatan Eny pun dikabulkan oleh PTUN pada 2 Mei 2018. Dalam putusan itu, pengadilan meminta agar Menpora mengembalikan jabatan Eny seperti semula.

Namun di sisi lain, Kemenpora justru mengajukan banding atas hasil putusan tersebut pada 15 Mei 2018. Meski begitu, setelah banding dilaksanakan, kemenangan tetap ada di pihak Eny dan menghasilkan putusan inkracht atau berkekuatan hukum yang ditetapkan pada 8 Januari 2019. 

Eksekusi pun tak juga dilakukan Menpora. Hingga pada akhirnya, Eny kembali dipanggil oleh Sesmenpora, pada 25 Juni 2019. Dalam pertemuan itu, pihak Kemenpora berjanji akan mendiskusikan putusan PTUN kepada Menpora dalam waktu satu pekan. Tapi hingga berita ini diturunkan, kepastian tidak kunjung didapatkan Eny.

"Ini tidak adil bagi saya. Karir saya berantakan, padahal saya tidak merasa punya salah apa-apa. Saya malu banget ketika kembali ke KKP. Tidak bisa menjelaskan ke kementerian, kenapa saya diberhentikan. Seolah-olah saya itu koruptor atau maling," ujar Eny.

Sementara itu, saat ini sembari terus mencari kejelasan atas kasusnya, Eny disibukkan oleh aktivitasnya sebagai staf biasa di Kementerian KKP dan mengajar di Politeknik Kelautan dan Perikanan Karawang serta sejumlah perguruan tinggi swasta lainnya. 

710