Jakarta, Gatra.com – Ombudsman RI (ORI) tidak berencana merevisi Undang-undang No 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI. Meski, terdesak oleh rekomendasi ORI yang semakin kuat.
“Ya, tentu kami senang saja. Tapi kami juga mengingatkan, karakter Ombudsman itu bukan begitu. Karakter Ombudsman di mana-mana itu tidak keras. Apalagi memberi sanksi. Itu bukan karakter kami. Karakter Ombudsman itu adalah memberi malu,” kata Anggota ORI, Adrianus Meliala kepada Gatra.com, Jumat (30/8).
Menurutnya, sejak ORI berdiri pada tahun 2000, telah masuk sekitar 100.000 pengaduan. Dari total pengaduan yang masuk, 70.000 di antaranya dapat diselesaikan oleh ORI. Sedangkan 30.000 lainnya tidak dapat diselesaikan, karena berbagai hal, seperti masa laporan yang sudah kadaluarsa, ditolak karena bukan wewenang ORI, atau dicabut oleh si pelapor.
Dari total 70.000 laporan yang telah diselesaikan ORI, menurut Adrianus, yang mencapai rekomendasi Ombudsman hanya 180. Namun, sebagian banyak rekomendasi yang dikeluarkan oleh ORI akan langsung dilaksanakan oleh pejabat publik terlapor.
“Nah, dari situ, yang kemudian kami keluarkan rekomendasi. Sejauh ini, itu sejumlah 180 saja. Dari itu, sekitar 30 40, tidak ditanggapi oleh pejabat publiknya,”katanya.
Lebih lanjut, Adrianus menuturkan, biasanya laporan yang ditangani ORI, sebagian besar sudah selesai pada tahap awal saja. Contohnya di tahap teguran, atau saran, yang memiliki sifat lebih ringan daripada rekomendasi, yang memang bersifat final dan mengikat.
“Dari sudut kami, Ombudsman sudah efektif sekali. Dari segi mampu membuat para pejabat yang dilaporkan masyarakat itu berubah. Jadi, sebetulnya kita tidak perlu mengubah UU untuk sesuatu yang tidak begitu perlu,”ucap Adrianus.