Semarang, Gatra.com - Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Jawa Tengah menyatakan tidak ada kejadian menonjol terkait kasus intoleransi beragama
Menurut Kepala Bidang Politik Dalam Negeri Badan Kesbangpol Jawa Tengah (Jateng), Ibnu Kuncoro, kasus intolerasi beragama jumlahnya di bawah 15 kejadian.
Beberapa kasus yang mencuat di media massa antara lain, warga Kelurahan Tlogosari Kulon, Semarang menolak rencana pendirian Gereja Baptis Indonesia (GBI) di Jalan Malangsari No. 83.
Penolakan izin mendirikan gereja di Jepara, serta perusakan nisan berbentuk salip di sejumlah tempat permakaman umum (TPU) Kota Magelang.
“Secara keseluruhan tidak ada kasus intoleransi beragama di Jateng menonjol yang memicu terjadinya kerusuhan,” kata Ibnu seusai dialog Primetopic bertema “Harmonikan Kebhinekaan” yang dilaksanakan Tri Jaya FM di Hotel Gets Semarang, Kamis (29/8).
Kondisi beragama antara masing-masing pemeluk agama di Jateng, menurut Ibnu berjalan harmonis. Antara pemeluk agama saling menghormati dan menghargai.
“Bila terjadi permasalahan terkait agama dapat diselesaikan secara musyawarah,” ujarnya.
Lebih lanjut, Ibnu, menyatakan permasalahan di Jateng yang perlu diwaspadai adalah paham radikalisme yang sudah masuk ke perguruan tinggi dengan sasaran para mahasiswa.
Mahasiswa yang masih dalam tahap pencarian jatidirinya sehingga sangat rentan untuk mendapatkan didoktrin radikalisme ke dalam pikiran mereka.
Untuk itu, menurut Ibnu, perlu dilakukan antisipasi sejak dini dengan pendekatan yang sistemik dan strategis melalui jalur dialog dan edukasi pimpinan perguruan tinggi dengan mahasiswa.
Dengan adanya dialog ini, maka akan terkanalisasi saluran pemikiran radikal mahasiswa seraya disadarkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah warisan leluhur yang harus dipertahankan bersama, jangan sampai dirusak.
“Guna membebaskan kampus dari pengaruh radikalisme yang mengancam Negara Kesatuan Republik Indonesia ini dapat dilakukan, dengan mengoptimalkan program-program yang terkait dan melekat dengan spirit tri darma perguruan tinggi,” ucapnya.
Anggota Komisi A DPRD Jateng, Amir Darmanto dalam kesempatan sama, menyatakan kunci menjaga harmonisasi kebhinekaan adalah agar dapat menerima perebedaan, daya paksa pemerintah yang bertindak tegas.
“Serta untuk masyarakat agar dapat menghargai adanya perbedaan sekecil apapun yang ada di lingkungannya,” kata Amir.