Jakarta, Gatra.com - Di internet, sejumlah video yang menunjukkan orang melakukan hal-hal yang tidak pernah mereka lakukan. Orang sungguhan, wajah asli, dekat dengan rekaman fotorealistik; tetapi peristiwanya sama sekali tidak nyata. Video-video ini disebut deepfake, dan dibuat menggunakan jenis aplikasi tertentu. Citra wajah seseorang ditempelkan pada wajah orang lain yang berakting dalam video itu. Dalam lima tahun ke depan, serangan siber diprediksi lebih ke hal-hal yang sifatnya pribadi, seperti kasus video palsu (deepfake videos) tersebut.
"Saya rasa salah satu ancaman besar kedepan dalam dunia siber adalah deepfake video. Di video palsu ini orang bisa berpura-pura menjadi CEO suatu perusahaan dan bisa menyebabkan kerugian yang sangat besar," ucap Direktur ITSEC Asia, sebuah grup konsultan keamanan siber, Marek Bialoglowy saat ditemui di Hotel Ayana Midplaza, Jakarta Pusat, Kamis (29/8).
Marek menyebutkan ancaman video seperti itu bisa masuk tidak hanya melalui video yang direkam secara offline, tetapi juga bisa muncul dari presentasi video online jarak jauh seperti menggunakan Skype. Video palsu adalah ancaman yang sangat serius, apalagi di Indonesia sendiri Marek menilai masih sangat sedikit sumber daya manusia yang mampu untuk menangkal hal tersebut di lembaga atau perusahaan.
"Kesulitannya adalah sangat sedikit orang yang mampu me-manage hal seperti ini. Sejujurnya pemantauan keamanan mengenai hal ini bisa digantikan dengan teknologi kecerdasan buatan, namun tetap saja butuh kapabilitas manusia untuk bisa melalukan pemantauan yang efektif," tambahnya.
Kata Marek, tantangan besar kedua adalah konsep Internet of Things (IoT) sendiri. Dengan semakin terkoneksinya semua hal, termasuk kepemilikan pribadi, akan sulit untuk mengandalkan kepada 1 atau 2 lembaga keamanan saja. Dengan demikian, setiap individu, bukan hanya badan dan perusahaan, harus lebih terbiasa berhati-hati dalam menyembunyikan data digitalnya beberapa tahun ke depan.