Jakarta, Gatra.com - Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional, Masyarakat Singkong Indonesia (MSI), Suharyo Husen mengaku heran adanya pihak yang tidak suka dengan kinerja ekspor pertanian yang mengalami kenaika dan nerara perdagangan surplus.
Menurutnya, pihak tersebut hanya menyoroti sisi impor saja, yaitu impor singkong atau tapioka. Ia mempertanyakan maksud di balik hal tersebut.
"Dalam hal perdagangan global, ekspor impor itu adalah hal yang lumrah. Impor bukan hal tabu bila kita membutuhkan untuk komoditas tertentu dan sebaliknya kita ekspor komoditas lainnya yang jauh lebih besar karena kita sudah surplus," katanya di Jakarta, Kamis (29/8).
Suharyo mengakui Indonesia masih impor tapioka, namun nilainya tidak besar karena sudah tertutup oleh ekspornya kelapa sawit yang nilainya berlipat-lipat. Untuk diketahui Indonesia itu ekspornya jauh lebih banyak sehingga neraca perdagangan pertanian surplus.
"Tetapi mengapa ada kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat Indonesia selalu melihat dari sisi kekurangannya saja. Baru-baru ini memberitakan tentang impor tapioka, Ada apa ya kok mereka selalu memberitakan impar-impor?" ucapnya.
Suharyo menyayangkan mereka tidak memberitakan ekspor yang naik drastis 9 hingga 10 juta ton dan neraca perdagangan pertanian 2018 surplus sekitar USD11 miliar. "Kenapa hal positif ini tentang kenaikan ekspor tidak beritakan?" katanya.
Kemudian, ia menekankan antar bangsa saling membutuhkan dan tidak bisa berdiri sendiri. Oleh karena itu, sebagai komponen bangsa tentunya harus ikut bangga dan mendukung upaya Kementerian Pertanian (Kementan) dalam mendorong laju ekspor dan mengedalikan impor.
"Kementan telah kerja keras mati-matian menjalankan kebijakan, program, dan melawan mafia pangan, mafia impor, sehingga bisa menaikkan ekspor 9-10 juta ton selama lima tahun terakhir. Bahkan, neraca perdagangan pertanian 2018 surplus USD11 miliar di saat sektor lain melemah," tuturnya.