Jakarta, Gatra.com - Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Sodik Mudjahid, menuturkan telah menggandeng beberapa pakar untuk mamatangkan usulan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).
Sodik mengatakan Kementrian PPPA mengundang Panja Pemerintah dan Panja DPR untuk mendengarkan pandangan para Pakar Hukum Pidana dan Pakar Hukum Tata Negara, di antara lain adalah Dr Muzakir, Dr Supriadi dan Dr Valentina Sagala, pada Selasa 27 Agustus. Hadir pula dalam pertemuan tersebut Anggota Komisi 3 DPR yang saat ini sedang membahas KUHP yaitu Al Muzammil Yusuf.
"Para pakar memberikan pandangan dan pikirannya, dari mulai filosofi hukum, nilai, norma hukum, peraturan hukum, keterkaitan dan kedudukan RUU PKS dalam sistem Hukum Nasional, Hukum Pidana, ranah UU tentang seksual dan tentang kekerasan, tentang lemahnya penegakan hukum terhadap pelaksanaan UU tindak pidana bagi pelanggaran seksual, sampai kepada masukan tentang konsep judul RUU PKS," kata Sodik, Rabu malam (28/7).
Menurut Sodik, berdasarkan pandangan para pakar tersebut, pihaknya memutuskan untuk melakukan pemantapan dan pematangan terlebih dahulu terhadap RUU PKS.
“Pematangan terhadap RUU tersebut dimaksudkan untuk memantapkan lagi pemahaman terhadap semua pasal dalam aneka ragam UU yang sudah mengatur tentang pindana bagi para pelaku kejahatan seksual,” katanya.
Selain itu, memantapkan lagi keberadaan RUU PKS dalam sistem hukum nasional, terkait dengan hukum pidana, dan terkait dengan hukum seksual dan hukum kekerasan. Juga terkait posisi RUU PKS dalam sistem dan nilai hukum yang ada.
"Agar RUU PKS tetap berbasis kepada nilai hukum, norma hukum dan masyarakat hukum Indonesia, yang bersumber kepada Pancasila. Ini sesuai banyak dan kuatnya aspirasi yang mengingatkan Panja, agar jangan sampai RUU PKS ini membuka ruang kepada kebebasan seks tanpa nikah apalagi kebebasan seks sejenis," jelasnya.
Sodik menuturkan, aspirasi masyarakat yang berbasis nilai dan norma Pancasila, jangan sampai kekerasan seksual diurus dengan sangat serius tapi kebebasan seks dibiarkan.
“Jangan sampai keseriusan menangani adanya kekerasan melakukan aborsi, akan tetapi aborsinya sendiri tidak lebih serius diatur,” katanya.
"Melakukan pemantapan lagi terhadap pasal-pasal tindak pidana yang akan dipertimbangkan masuk kedalam KUHP. Tindakan ini sesuai dengan semangat penyempurnaan pembangunan sistem hukum pidana dan sesuai dengan pandangan pakar, bahwa kita kekurangan dalil yang kuat untuk menempatkan RUU PKS sebagi lex spesialis," jelasnya.
Sodik mengatakan di kalangan DPR sendiri, hal tersebut sejalan dengan semangat Ketua Komisi III DPR, Azis Syamsudin, yang mangajak komisi di DPR lainnya agar semua pasal tentang tindak pidana hanya tertuang dalam KUHP.
Sodik menilai itu merupakan suatu keberuntungan yang besar, bahwa Komisi III DPR, saat ini sedang menggodog, mematangkan, dan menyempurnakan KUHP sehingga pasal-pasal tindak pidana dalam RUU PKS mempunyai moment yang tepat dan cepat, untuk masuk dalam induk hukum pidana, yaitu RUU KUHP.