Jakarta, GATRAReview.com - Kemenangan Joko Widodo (Jokowi) pada pemilihan presiden April 2019 lalu, mengantar Jokowi yang berpasangan dengan Ma’ruf Amin sebagai presiden dan wakil presiden terpilih. Artinya, 2019 – 2024 akan menjadi periode kedua, Jokowi sebagai pemimpin di Republik ini. Di era pemerintahan periode pertama, 2014 – 2019, Jokowi menggulirkan kebijakan ekonomi yang dikenal dengan sebutan Jokowinomics. Satu diantara hasil nyata dari Jokowinomics adalah pembangunan proyek-proyek infastruktur secara massif.
Pembangunan tak lagi sekedar Jawa Sentris, tapi nusantara sentries. Bahkan, daerah 3 T (Tertingal, Terdepan dan Teluar) yang selama ini seolah tak tersentuh pembangunan, namun di era Jokowi periode pertama, daeah 3T justru menjadi prioritas pembangunan infrastruktur. Papua, misalnya, kini sudah terbangunan jalan aspal yang panjangnya beratus-ratus kilometer.
Di akhir masa kepemimpinan di periode pertama ini, muncul perdebatan tekait apakah program Jokowinomics berhasil atau tidak. Ada kritikan, Jokowinomics jilid pertama tidak berhasil karena pertumbuhan ekonomi hanya terjebak pada kisaran 5 persen, jauh meleset dari target 7 persen yang dijanjikan Joowi pada awal pemerintahannya, 2014 lalu Muncul pula perdebatan tekait akan seperti apa arah kebijakan Jokowinomics jilid II, nanti.
Untuk mengetahui bagaimana sebetulnya hasil kinerja Jokowinomics jili I dan apa tantangan Jokowinomics jilid II, Tim GATRA Review mewawancarai Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN), Rosan Perkasa Roeslani. Berikut petikannya :
Menurut analisa Anda, apa perbedaan signifikan, tantangan ekonomi di Era Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Periode I dan II dengan Era Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) Periode I?
Yang pertama adalah keadaan ekonomi dunia. Keadaan ekonomi dunia pada zaman Pak SBY itu, harga komoditasnya naik. Naiknya tinggi sekali. Sedangkan ekspor kita (saat itu) banyak tergantung dari komoditas. Jadi, pertumbuhan ekonomi kita terbantu karena naiknya harga komoditas.
Nah, pada zaman Pak Jokowi, ini harga komoditas sedang rendah-rendahnya. Harganya turun kembali. Jadi, pertumbuhan kita, dengan sendirinya terkoreksi. Tetapi, di satu sisi, domestic consumtion (konsumsi domestik) kita terjaga. Di periode I ini, alhamdulillah ekonomi kita masih bisa tumbuh di sekitar lima persen. Padahal banyak negara yang terkoreksi begitu dalam.
Jadi, domestic consumtion kita terjaga, investasi juga masih terjaga. Sehingga, pertumbuhan ekonomi kita masih bisa tetap tumbuh di atas lima persen. Itu mungkin salah satu perbedaan yang paling besar, ya. Perbedaannya, disitu.
Pemerintahan Jokowi Periode I telah mengeluarkan 16 paket kebijakan ekonomi. Apakah paket kebijakan ekonomi tersebut mampu memberikan dampak yang signifikan tehadap pertumbuhan ekonomi nasional?
Kalau 16 paket kebijakan ekonomi itu kan memang ada yang berdampak cepat, langsung. Tapi ada juga yang dampaknya baru dirasakan jangka menengah, panjang. Memang beda-beda strukturnya. Ada yang sudah terasa. Contohnya waktu perbaikan kenaikan upah tenaga kerja. Sekarang sudah ada formulanya, jadi sudah sangat bagus. Tapi ada juga, kebijakan-kebijakan yang dampaknya baru terasa jangka menengah, panjang. Jadi, ya musti bersabar.
Dari sekian paket kebijakan ekonomi tadi, mana yang dampak positifnya paling signifikan bagi pengusaha?
Tadi itu, kenaikan upah tenaga kerja. Sekarang sudah ada formulanya. Itu pertumbuhan dirty gross ditambah inflasi. Yang dulu-dulu itu, apalagi kalau dekat-dekat Pilkada, naiknya bisa sangat tinggi. Sehingga mengakibatkan susunan investasi kita kurang baik, kurang naik.
Apa ada paket kebijakan ekonomi yang justru merugikan pelaku usaha?
Ngga ada ya. Kan kebijakan dibuat untuk kebaikan kita semua. Tapi, seperti tadi yang saya sampaikan, paket kebijakan itu ada yang dampaknya langsung, ada juga yang dampaknya di jangka menengah, panjang. Prosesnya lambat.
Saat Pemerintah menyusun paket kebijakan ekonomi, Kadin dimintai saran dan tanggapan?
Oh, pasti itu. Misalnya saja, dari kementerian terkait, itu selalu mengajak kita untuk duduk bersama. Meminta masukan dari para pengusaha, dari Kadin, terutama. Itu kita dilibatkan. Malah saya tahu sekali, ada kebijakan yang sempat ditunda dulu karena mau bicara dulu dengan Kadin. Mengajak Kadin, minta usulan dari Kadin. Apalagi yang berhubungan dengan dunia usaha.
Berarti cukup besar, kontribusi Kadin dalam pembuatan paket kebijakan Ekonomi ini?
Iya, sangat, sangat. Apalagi yang berhubungan dengan bidang usaha. Tentunya apabila kebijakan itu sudah disosialisasikan terlebih dulu ke Kadin, dengan mempertimbangkan pendapat dari Kadin, kebijakan itu akan lebih optimal. Pertumbuhan ekonomi juga akan jadi lebih cepat.
Angka pertumbuhan ekonomi di era Pemerintahan Jokowi periode I hanya dikisaran 5 persen. Jauh dari target yang disampaikan Jokowi saat Kampaye Pemilihan Presiden 2014 lalu yakni sekitar 7 persen. Menurut Anda, apa pemicu tidak tercapainya target tersebut?
Ya itu, seperti yang saya sampaikan. Karena pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi oleh faktor eksternal. Seperti itu tadi, kondisi perekonomian dunia dan contohnya saja sekarang, hubungan dagang kita, paling besar, sekitar 15 persen, itu dengan Cina. Hampir 11-12 persen dengan Amerika Serikat. Dan pada saat pertumbuhan ekonomi kedua negara itu sedang melemah, karena adanya perang dagang, ya tentunya akan berdampak terhadap pedagangan kita.
Juga akan ada pengurangan permintaan dari kedua negara itu. Dan pasti juga, ekspor kita, komoditas kita salah satunya, larinya paling besar juga ke Cina. Karena pertumbuhan di sana berkurang, maka permintaan ekspor pada kita juga berkurang. Itu salah satu contohnya saja.
Dari dalam negeri atau internal, ada pengaruhnya juga?
Memang semestinya industri kita diharapkan bisa berkembang lebih baik lagi. Utamanya di industri manufaktur. Itu supaya, kembali lagi, kalau industrinya berjalan baik, maka tenaga kerjanya dan juga angka penyerapannya pasti lebih tinggi.
Pembangunan infrastruktur di Indonesia cukup massif. Tapi, muncul keluhan dari kontraktor dalam negeri, mereka kurang dilibatkan. Tanggapan Anda bagaimana?
Ya, pembangunan infrastruktur kita memang sangat besar. Tapi kan ada peran swasta, ada peran BUMN. Nah, jadi memang untuk ini, yang tidak visible secara hitung-hitungannya belum masuk. Itu diserahkan pada APBN, APBD. Dalam hal ini, kalau menurut laporan, mereka sebenarnya sudah dilibatkan cukup baik, dipembangunan-pembangunan infrastruktur.
Salah satu tujuan dibangunnya infrastruktur adalah untuk memunculkan sentra industri baru. Tapi faktanya, ada daerah yang tidak muncul sentra usaha baru, padahal sudah dibangun infrastruktur di sana?
Sebenarnya bukan tidak ada kemunculan sentra usaha baru di sana. kembali lagi, seperti yang sudah saya jelaaskan sebelumnya, infrastruktur ini kan dampaknya baru akan muncul pada jangka waktu menengah - panjang. Jadi, tidak bisa kalau setelah dibangun, ada yang bertanya kok tidak ada perkembangan. Itu tidak bisa begit Untuk membangun sentra ekonomi dibutuhkan waktu juga. Apalagi pembangunan itu, pasti dampaknya akan muncul dalam jangka waktu menengah - panjang.
Artinya, dampak dari pembangunan infrastruktur belum dapat dirasakan sekarang?
Ya, memang sudah ada yang dampaknya mulai terlihat. Tapi ketika berbicara tentang infrastruktur, itu tidak semata-mata dilihat dari situ saja. Tapi dilihat juga dari bagaimana dia meningkatkan konektivitas, dari setiap daerah di seluruh Indonesia. Jadi pembangunan infrastruktur ini tidak hanya bisa ditarik dari sisi ekonomi saja.
Sebenarnya, untuk pembangunan infastruktut seperti di Papua, itu sampai kapan pun juga tidak akan terasa pembangunan di sana. Tapi inikan untuk kesetaraan dan juga untuk hak dari setiap warga negara. Untuk meningkatkan konektivitas. Sehingga, dengan begitu diharapkan post logistic juga akan meningkat.
Jadi jangan dilihat dari potensi ekonomi saja. Itu juga tugas negara. Untuk menyambungkan, untuk meningkatkan konektivitas seluruh warga, seluruh masyarakat.
Mengenai investasi di Indonesia, banyak yang menilai terjadi ketidakefisienan yang menyebabkan investasi rendah. Sektor usaha apa saja yang paling terdampak pada ketidakefisienan investasi ini?
Ini sebenarnya tu kembali lagi di ekosistem ekonomi di kita. Ada beberapa faktor juga yang menyebabkan investasi kita masih rendah, kalah bersaing dengan negara-negara tetangga. Karena ini kan, birokrasi berjalan terus, tapi kebijakan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah ini juga perlu disempurnakan.
Kemudian juga mengenai tenaga kerja, itu juga perlu disempurnakan. Kemudian mengenai peningkatan produktivitas juga. Perizinan juga dipermudah. Kemudian untuk urusan perpajakan juga supaya dipermudah. Jadi memang ada beberapa hal yang saat ini sedang kita perbaiki, kita tingkatkan terus.
Ekspor di sektor non-migas masih rendah. Upaya apa yang harus dilakukan pemerintah untuk meningkatkannya?
Pertama, pemerintah melalui menteri perdagangan harus terus mencoba untuk membuka pasar-pasar baru. Seperti negara-negara di Timur Tengah, negara-negara di Afrika. Membuka pasar-pasar baru dan juga memasarkan komoditas kita yang lain. Kemudian, proses untuk ekspor juga banyak yang harus dilakukan oleh pemerintah.
Jadi, kembali lagi, daya saing kita mesti kita tingkatkan. Semua itu kembali lagi pada SDM, juga dari barang-barang kita. Karena kita banyak bersaing dengan negara-negara lain di ASEAN. Ini masih mendorong untuk ekspor kita, supaya ekspor non-migas kita lebih meningkat.
Defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) Indonesia tidak kunjung membaik, dampak signifikan bagi pelaku usaha apa?
Dampaknya ini ke mata uang negara (rupiah) kita. Nah, contohnya mungkin lebih ke kestabilan pergerakan mata uang negara kita. jadi kalau pengaruhnya, sebenarnya tidak banyak, tapi lebih kepada perencanaan tidak akan jadi lebih baik.
Sektor-sektor usaha apa saja yang harus digenjot lagi oleh pemerintah?
Saya rasa semua sektor perlu dinaikkan. Termasuk juga barang-barang untuk ekspor maupun juga pariwisata. Itu juga salah satu yang harus bisa mengurangi current account deficit (CAD) kita dengan cepat. Kemudian juga, sebelumnya pemerintahkan fokusnya ke impor yang semuanya sekarang masuk ke Indonesia dulu. Apalagi Kadin juga sangat mendukung.
Editor : Sujud Dwi Pratisto