Jakarta, Gatra.com - Meskipun dalam pemilihan umum (pemilu) 2019 tingkat keterwakilan perempuan meningkat, hal itu tidak bisa diartikan sebagai hal yang sepenuhnya positif bagi aktivis perempuan sekaligus politisi Partai Gerindra, Edriana Noerdin.
"Banyak sekali di partai politik perempuan itu dipilih sebagai calon legislatif hanya demi memenuhi kuota. Karena partai tidak mau kena sanksi, maka nama-nama perempuan sekadar diletakkan saja dalam partainya," ucap perempuan yang akrab dipangil Nana tersebut ketika mengisi acara Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (27/8).
Nana mengaku, banyak perempuan di partai politik yang jarang ikut perkumpulan partainya sendiri, bahkan ketika kampanye banyak yang hanya mengandalkan tim suksesnya. Nana melihat hal ini adalah konsekuensi dari kurangnya jalinan hubungan yang baik antara politisi perempuan dengan elit partai politiknya.
"Dan juga karena tidak ada sanksi yang jelas kalau memang nama-nama yang dicalonkan itu tidak mendapatkan suara, sehingga banyak yang biasa-biasa saja ketika sang calon tidak dapat suara," katanya.
Selain itu, Nana melihat komitmen perempuan dalam politik masih banyak yang terhambat karena faktor kultural dan psikologis. Banyak politisi perempuan yang, menurut Nana, belum berani untuk menghadapi "permainan" yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu dan juga oleh masyarakat daerah pemilihannya.
"Contohnya jika politisi perempuan itu bermain di wilayah yang tidak familiar, sehingga jadinya pergerakan politisnya terhambat karena tidak berani berhadapan dengan norma sekitar terhadap perempuan di suatu wilayah," tutur Nana.