Jakarta, Gatra.com - Perwakilan LSM Forum Pengada Layanan (FPL), Yustin Fendrita, menyayangkan sikap anggota Panja DPR RI yang dinilai lamban dalam membahas dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).
Yustin dalam konferensi pers di Kantor YLBHI, Jakarta, Selasa (27/8), menyampaikan, ada hambatan pelayanan hukum terhadap perempuan korban kekerasan di Indonesia. Pasalnya, saat ini UU yang digunakan dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan, masih menggunakan KUHP, yang kurang tepat dalam menjerat pelaku.
Baca juga: Umat Islam Tolak RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
"Studi dokumentasi penelitian yang kami lakukan menemukan terjadinya kekosongan payung hukum terhadap perempuan korban kekerasan. Sehingga kami coba usulkan naskah akademik yang berkaitan dengan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, agar RUU ini jadi hak inisiatif DPR," ujarnya.
Yustin menyebutkan bahwa sebenarnya RUU ini telah masuk ke dalam Prolegnas pada tahun 2015 lalu. Selain itu, FPL juga melakukan upaya untuk membahas terkait RUU Penghapusan Kekerasan Seksual baik dalam bentuk diskusi maupun lobi kepada pihak DPR RI.
Dari upaya tersebut, lanjut Yustin, pihaknya memetakan Partai Golkar, NasDem, PKB, Gerindra, dan Demokrat yang secara fraksi mendukung berikut anggota panjanya. Sementara itu, PKS dan PAN yang tidak cukup mendukung pengesahan RUU tersebut.
"Kami berharap partai yang mendukung ini solid akan mengagendakan RUU ini. Namun, dalam kenyataannya pada saat agenda pembahasan, beberapa parpol yang tadinya kami anggap mendukung, kemarin Senin 26 Agustus 2019, kami lihat ada ketidakseriusan," ujarnya.
Yustin mendesak Panja DPR RI Komisi VIII agar tidak mengulur agenda pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Ia juga meminta anggota panja secara konsisten dapat segera mengurus RUU ini.
Sebelumnya, Senin kemarin (26/8), merupakan hari pertama dilakukan pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual antara Tim Panja Pemerintah dan DPR RI. Namun, berdasarkan pantauan masyarakat sipil, dari 26 anggota panja yang diagendakan hadir, rapat hanya diikuti oleh 3 orang peserta.
Baca juga: Komnas Perempuan Dorong Segera Sahkan RUU PKS
Koalisi masyarakat sipil, yaitu Jaringan Kerja Prolegnas Pro Perempuan, FPL, dan Gerakan Masyarakat Sipil Sahkan RUU P-KS menilai bahwa agenda yang telah dijadwalkan dari jauh-jauh hari tersebut tidak dilakukan secara serius, karena hanya dihadiri oleh 3 orang peserta.
Selain itu, koalisi juga menilai bahwa rapat pembahasan hanya dibuka untuk kemudian ditutup. Rapat tersebut berlangsung tertutup dan tidak mengizinkan masyarakat sipil untuk memantau rapat.