Jakarta, Gatra.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil saksi untuk menjalani pemeriksaan dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah untuk Ruang Terbuka Hijau di Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung Tahun Anggaran 2012-2013.
Hari ini KPK memanggil mantan Wali Kota Bandung, Dada Rosada dan mantan Sekretaris Daerah Kota Bandung, Edi Siswadi. Keduanya menjadi saksi untuk tersangka mantan Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (PKAD) Kota Bandung, Hery Nurhayat.
"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka HN (Hery Nurhayat)," ujar Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah, saat dikonfirmasi, Selasa (27/8).
Baca Juga: KPK Tetapkan Mantan Kadis DPKAD Pemkot Bandung Tersangka RTH
Sebelumnya, Hery Nurhayat selaku Kadis DPKAD Kota Bandung sekaligus Pengguna Anggaran bersama-sama dengan Tomtom Dabbul Qomar dan Kadar Slamet selaku anggota DPRD Kota Bandung periode 2009-2014 diduga melakukan perbuatan melawan hukum.
Perbuatan para tersangka tersebut diduga merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam pengadaan tanah untuk RTH di Pemkot Bandung Tahun Anggaran 2012 dan 2013 tersebut sementara ditaksir sejumlah Rp26 miliar.
Sesuai APBD-P Pemkot Bandung 2012 dan Perda Pemkot Bandung Nomor 22 Tahun 2012 terdapat alokasi anggaran untuk RTH adalah sekitar Rp123,9 miliar yang terdiri dari belanja modal tanah dan belanja penunjang untuk 6 RTH.
Baca Juga: KPK Jebloskan 4 Koruptor ke Sukamiskin dan Rutan Bandung
Diduga Tomtom Dabbul Qomar dan Kadar Slamet menyalahgunakan kewenangannya sebagai tim Banggar DPTD Kota Bandung dengan meminta penambahan alokasi anggaran RTH tersebut. Selain itu, keduanya juga beberapan sebagai makelar dalam pembebasan lahan.
Sedangkan Hery Nurhayat diduga selaku pengguna anggaran membantu proses pencairan pembayaran tanah untuk RTH. Padahal diketahui dokumen pembayaran tidak sesuai kondisi sebenarnya dan bahwa transaksi jual-beli tanah bukan kepada pemilik tanah asli, malainkan melalui makelar yakni Tomtom Dabbul Qomar dan Kadar Slamet.
KPK menyangka ketiganya melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.