Tanjungpinang, Gatra.com - Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) mengkritisi dilibatkannya anak-anak dalam aksi damai warga Kampung Tirto Mulyo, Tanjungpinang di depan Gedung Gubernur Kepri, Senin (28/8).
Ketua KPPAD Kepri, Eri Syahrial mengatakan perlibatan anak-anak dalam demo atau aksi damai amat tak dianjurkan. Pihaknya menyarankan jika memang anak-anak harus dilibatkan, mustinya para orangtua meminta pendampingan ke KPPAD.
"Memang dalam aksi damai itu, permintaan warga akan aliran listrik juga turut dirasakan anak-anak. Namun aksi semacam itu sering kali melontarkan teriakan yang tak baik jika didengar anak-anak," katanya kepada Gatra.com.
Menurutnya, orangtua bisa saja meminta kepada KPPAD agar anak-anak tetap dapat mengikuti demo namun berada dalam pengawasan pihaknya.
"Jadi kalau kejadiannya seperti tadi, otomatis anak-anak tak sekolah. Kami di sini tak menyalahkan orangtua, tapi tetap harus memikirkan kepentingan dan hak anak-anak apapun tujuan dan tuntutan demo itu," katanya.
Sementara Ketua RT02 RW10 Kampung Tirto Mulyo sekaligus koordinator demo pagi itu, Mislam mengakui kesalahannya melibatkan anak-anak. Ia beranggapan, bahwa selama ini anak-anak juga kesulitan belajar pada malam hari karena tak adanya listrik.
"Kami sebagai warga kecil, tentu tak memahami aturan dan prosedur untuk menggelar demo. Apalagi sampai membawa anak-anak," kata Mislam.
Mislam pun meminta maaf atas dilibatkannya anak-anak dalam demo itu. Ia merasa anak-anak yang juga merasakan dampak dari tak adanya penerangan pada malam hari juga berhak menyuarakan aspirasnya.
Di sisi lain, seorang aktivis sosial perhutanan, Abdul Aziz, sangat menyesalkan sikap pemerintah, khususnya otoritas kehutanan, hingga membikin warga negara menderita.
"Saya katakan menderita lantaran hak-hak mereka menjadi terampas oleh ulah oknum di otoritas kehutanan yang tak becus menata kawasan hutan. Apa yang dialami oleh masyarakat Tirto Mulyo adalah bagian dari daftar panjang masyarakat yang menderita akibat kawasan hutan yang serampangan," katanya kepada Gatra.com.
Mestinya kata Kepala Departemen Hukum dan Advokasi Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Kelapa Sawit (DPP-Apkasindo), disitu kawasan hutan ditunjuk di Tanjungpinang, maka penunjukan itu musti segera ditindaklanjuti dengan penataan batas dan penetapan. "Ini sesuai perintah pasal 15 UU 41 Tahun 1999 tentang kehutanan. Bahwa pengukuhan kawasan hutan dilakukan dengan tahapan penunjukan, pemetaan, penataan batas, penetapan. Tapi yang selalu dilakukan oleh otoritas kehutanan hanya sampai pada penunjukan dan pembuatan peta atas lahan yang ditunjuk itu," terang Aziz.
Bagi Aziz, ulah oknum di otoritas kehutanan ini sudah masuk kategori pelanggaran HAM berat lantaran ada perampasan hak manusia atas kasus kawasan hutan yang serampangan itu.
"Saya minta aparat penegak hukum mengusut oknum-oknum yang terlibat dalam penentuan kawasan hutan di Tanjungpinang maupun di kawasan lain yang sependeritaan dengan masyarakat Tirto Mulyo. Negara tidak pernah mau menyengsarakan rakyatnya. Apalagi menyiksa. Ini, 45 tahun warga itu tak bisa menikmati hak-hak dasarnya gara-gara status kawasan hutan yang sampai hari ini tidak jelas status hukumnya," ujar Aziz.
Reporter: Fathur Rohim