Jakarta, Gatra.com - Pengaruh perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Cina memang tidak bisa dihindari. Hal ini terbukti dari banyaknya negara yang terkena resesi. Lalu, bagaimanakah dampaknya terhadap ekonomi Indonesia?
Ekonom dan Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics, Piter Abdullah, menjawab hal itu seperti individu yang terkena flu. “Tergantung kesiapan kita, kalau kita sehat, badan kita akan fit. Demikian juga dengan perlambatan ekonomi atau bahkan resesi global,” ujarnya saat dihubungi oleh Gatra.com, Senin (26/8).
Menurut Piter, kalau respons kebijakan pemerintah tepat, perekonomian Indonesia akan selamat. “Jadi, kita punya potensi untuk terhindar dari resesi. Tinggal bagaimana kebijakan pemerintah melihat potensi tersebut,” ucapnya.
Kebijakan yang dibutuhkan, kata Piter ialah suatu terobosan yang berani, seperti hal yang disampaikan Presiden Joko Widodo. Salah satu kebijakan yang sudah mulai terlihat ialah adanya pelonggaran pajak untuk mendorong konsumsi dan investasi.
“Kita membutuhkan suatu kebijakan pemerintah ke depan. Kebijakan lalu hanya bisa menahan pertumbuhan ekonomi (Indonesia) agar tidak terlalu jatuh. Jadi, perlu peningkatan kebijakan,” ucapnya.
Meskipun pemerintah sudah menerbitkan 16 paket kebijakan, menurut Piter, kebijakan tersebut belum memberikan dampak signifikan. “Masih belum 'nendang'. Jadi, tahun ini dan ke depan harus ada terobosan yang efektif dan signifikan, khususnya untuk mendorong investasi,” katanya.
Di sisi lain, Piter mengatakan, apabila tidak ada perubahan yang mendasar mengenai kebijakan yang diambil, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tetap berada di kisaran 5%.
Untuk informasi, negara besar yang mengalami resesi, antara lain untuk bagian Amerika Latin seperti Mexico, Brasil, dan Argentina. Bagian Eropa, antara lain Jerman, Italia, Inggris, dan Rusia. Adapun Asia contohnya Singapura dan Korea Selatan.