Jakarta, Gatra.com - Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo membocorkan lima "ilmu jamu" yang diterapkan BI agar dapat menjaga stabilitas kebijakan moneter tetap berjalan beriringan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Ilmu jamu itu, kata Perry, merupakan ilmu perbankan khusus yang hanya dapat diterapkan di negara berkembang. Karena penanganan suku bunga di negara berkembang pada umumnya sangat berbeda dengan di negara maju.
"Kalau bank sentral di negara maju, ya sudah asal harga-harga terkendali, inflasi rendah, nilai tukar stabil. Kalau di negara maju begitu dinaikkan suku bunga semua selesai. Di negara berkembang tidak bisa, inflasi gara-gara cabai masa diobati dengan suku bunga. Nilai tukar karena neraca perdaganaanya defisit, masa kita intervensi terus, ya enggak kuat cadangan devisinya," jelas Perry saat acara Kadin Talks di Menara Kadin, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (26/8).
Lebih lanjut, lima ilmu yang dimaksud adalah suku bunga, stabilitas nilai tukar, kebijakan makroprudensial, upaya untuk mendorong pembiayaan, dan digital economy.
Menurut Perry, saat arus modal asing membanjiri Indonesia, maka BI akan mengumpulkan cadangan devisa dari situ. Sehingga, nantinya ketika sewaktu-waktu pertumbuhan ekonomi Indonesia turun, maka cadangan devisa itu dapat digunakan.
"Artinya kalau bisa banjir arus modal asing ya kita kumpulkan cadangan devisa. Sewaktu paceklik kita gunakan. Saat musim lumbung, jangan semua dibelanjakan, lumbungnya dipenuhi untuk menghadapi musim paceklik," kata Perry.
Sementara itu, untuk mendorong pembiayaan negara, BI membutuhkan sinergitas dari berbagai lembaga keuangan dan sektor usaha lainnya. Seperti misalnya kerja sama BI dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk meningkatkan pembiayaan.
"Jadi di BI itu tidak mempertentangkan stabilitas dan growth, tinggal di mana jamu yang mau diarahkan," terang Perry.