Home Politik Delik Agama Masih Jadi Momok Demokrasi dalam RKUHP

Delik Agama Masih Jadi Momok Demokrasi dalam RKUHP

Jakarta, Gatra.com - Aliansi Nasional Reformasi KUHP menolak pengesahan rumusan RKUHP dilakukan dalam waktu dekat ini. Alasanya, karena masih banyak persoalan yang belum terselesaikan dalam rancangan tersebut. 
 
Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati menuturkan, masih banyak yang belum rampung dan rinci dalam perumusan ini, terutama delik keagamaan. 
 
Menurutnya, delik yang diatur dalam pasal 313-318 RKUHP itu masih terkesan sumir dan tidak jelas. Persoalan penghinaan suatu agama, menurutnya tidak ada individu yang bisa mewakili suatu agama untuk melaporkan tindakan orang lain. 
 
Tak seperti penghinaan perseorangan, Asfinawati menilai, pasal penghinaan agama cenderung tidak ada standard yang jelas. Ini karena ada banyak agama di Indonesia, bahkan dalam satu agama memiliki tafsir yang berbeda. 
 
"Ada banyak sekali agama, Bagaimana antara satu agama bisa mengklaim ajaran yang satu menghina satu yang lain," ujar Asfina di Gedung YLBHI, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (26/8).
 
Lebih pelik lagi, apabila RKUHP ini disahkan, maka ia mempertanyakan posisi negara dalam permasalahan agama. Apalah negara dalam  posisi sebagai pewaris sah tuhan atau agama. Dan penafsiran mana yang akan digunakan oleh negara untuk memutus persoalan tersebut. 
 
Asfinawati menyatakan, Indonesia sebagai negara nantinya terkesan melakukan diskriminasi. Alasannya, memilih cuman satu tafsir agama untuk memidanakan orang lain. 
 
"Kalau itu diputuskan DPR, berarti indonesia sedang melakukan diskriminasi. Memilih hanya satu tafsir, untuk memidanakan yang lain," tegasnya. 
 
Sebelumnya pemerintah dan DPR  merencanakan RKUHP dapat disahkan pada pertengahan September 2019. Sedangkan, Aliansi menilai, pengesahan itu terkesan dipaksakan. Masih banyak pasal yang bertolak belakang terhadap konstitusi, membungkam kebebasan berekspresi, dan memberangus demokrasi.
160