Jakarta, Gatra.com - Aliansi Nasional Reformasi KUHP menilai, pengesahan rumusan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) akan memperparah kepadatan penghuni lapas (overcrowding) yang terjadi saat ini.
Kepala Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Nelson Nikodemus Simamora mengatakan, dari catatan aliansi, kepadatan lapas mencapai 205%. Dengan disahkannya RKHUP, prediksi overcrowding akan bertambah hingga 300%.
Menurut Nelson, masih banyak rumusan pasal karet dalam RKUHP yang justru mengancam Hak Asasi Manusia dan bertentangan dengan demokrasi itu sendiri.
"Dan seperti tadi dibilang karena rumusan pada di RKUHP ini engga jelas dan kemudian pasal banyak kolonial otomatis akan semakin banyak orang terjerat," terang Nelson di Gedung YLBHI, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (26/8).
Dia mencatat sekitar 20 pasal yang rumusan masih sangat longgar sehingga berpotensial sebagai pasal karet. Termasuk pasal penghinaan presiden (223-234), pasal penghinaan terhadap pemerintah yang sah (248-249), dan pasal penghinaan kekuasaan umum atau lembaga negara (367-368).
Selain anti demokrasi, pasal-pasal itu menurutnya sangat identik dengan hukum di zaman kolonial belanda. Padahal sejumlah pasal penghinaan tersebut sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada 2006 dan 2007 lalu.
"Pemerintah ini mentalnya mental penjajah, ingin mengontrol masyarakat ama halnya ketika, kompeni belanda ingin mengontrol masyarakat kolonial," tegasnya.
Apalagi dalam masalah overcrowding, tim perumus juga disebut tidak mencari alternatif pemidanaan. Hingga saat ini alternatif pidana yang akan diterapkan tercatat hanya dua yakni pengawasan dan kerja sosial.
Padahal menurutnya ada 20 pidana alternatif dapat digunakan oleh tim perumus KUHP ini sehingga dapat menyelesaikan masalah kelebihan penghuni lapas ini.