Cilacap, Gatra.com – Sebanyak 59 calon pengantin (Capeng) di Cilacap terdeteksi menderita Human Immunodeficiency Virus (HIV). Dari jumlah itu beberapa di antaranya sudah berkategori Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS).
Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2M) Dinas kesehatan Kabupaten Cilacap, Kuswantoro mengatakan, jumlah ini merupakan akumulatif sejak Pemerintah Daerah (Pemda) Cilacap, mewajibkan tes voluntary counselling and testing (VCT) atau konseling dan tes HIV sukarela (KTS) bagi calon pengantin dan ibu hamil.
Kewajiban tes itu tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Cilacap Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS di Kabupaten Cilacap. Dalam perda itu, berbagai program penanggulangan dilakukan, seperti kewajiban tes HIV bagi pengantin baru dan ibu hamil. “Mulai efektif diberlakukan sejak 2016,” kata Kuswantoro kepada gatra.com, di Cilacap, Senin (26/8).
Menurut dia, untuk mencegah penularan ke pasangannya, sebelum VCT dilakukan, calon pengantin akan menandatangani kontrak untuk memberitahukan kepada pasangan hasil tes laboratoriumnya. Namun, karena kontrak itu baru diberlakukan dua tahun terakhir, ada calon pengantin yang tidak memberitahukan hasil tes kepada pasangannya.
“Sebelumnya kan pendekatan dalam konsuling. Nanti, calon pengantin akan diminta untuk memberitahukan kepada pasangannya,” ujarnya.
Kuswantoro mengemukakan, tingkat penularan HIV/AIDS di Cilacap tergolong tinggi. Saat ini ada sekitar 1.440 orang yang positif mengidap HIV. Angka ini merupakan akumulatif sejak 2007.
“Angkanya dinamis karena ada penambahan ada juga pengurangan karena meninggal dunia. Cenderungnya terus bertambah,” ucapnya.
Dia mengakui, angka ini masih jauh dari jumlah perkiraan Dinas Kesehatan Cilacap. Diperkirakan akumulasi jumlah penderita HIV Cilacap mencapai 1.760 orang. Angka perkiraan itu berdasar dari analisis data per kelompok berrisiko dan potensi penularan.
“Dalam penghitungan perkiraan ini kami melibatkan para ahli. Ada juga LSM, dan relawan peduli HIV-AIDS,” ujarnya.
Tahun 2019 ini, hingga Juli lalu terdeteksi sebanyak 70 orang. Sekitar 40 persen di antaranya adalah kelompok Laki Suka Laki (LSL) atau homo. Ia juga menengarai jumlah penderita HIV dari kelompok ini berpotensi bertambah. Pasalnya, kelompok homo cenderung tertutup dan sulit dijangkau oleh petugas.
“Jadi ada yang PNS, ada yang suami punya istri punya anak. Tertutup. Jadi sulit untuk mengetahuinya,” ujarnya.