Jakarta, Gatra.com - Anggota Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Hendardi menyebut, hasil rekam jejak peserta seleksi pada tahap profile assessment juga diterima dari tujuh lembaga negara lain selain KPK, yakni Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT), Badan Narkotika Nasional (BNN), Polri, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Badan Intelijen Negara (BIN), Dirjen Pajak, dan Mahkamah Agung (MA).
"Semua masukan tracking tersebut dan juga masukan masyarakat melalui email, surat dan lain-lain. Kami pelajari, klasifikasi serta recheck kembali," ujar Hendardi saat dikonfirmasi, Sabtu (24/8).
Namun, tak semua hasil penelusuran lembaga itu memiliki kebenaran mutlak. Menurutnya, hasil rekam jejak tersebut belum tentu memiliki kategori kebenaran atau kepastian hukum. Ia juga akan melakukan pendalaman dalam tahapan seleksi selanjutnya.
"Jika temuan merupakan kebenaran atau berkekuatan hukum, tentu tidak kami toleransi," katanya.
Lebih lanjut, Ketua Badan Pengurus Setara Institute ini juga mengatakan, sah saja apabila lembaga seperti KPK dan lembaga lain, serta unsur masyarakat, menyampaikan hasil penelusuran terhadap masing-masing calon pimpinan KPK. Namun, jika hal itu belum merupakan kebenaran atau kepastian hukum, maka menurutnya ada konsekuensi hukum dengan capim yang bersangkutan.
Sebelumnya, Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan, pihaknya telah melakukan pengecekan lapangan, data penanganan perkara di KPK, hingga pelaporan LHKPN dan gratifikasi terhadap beberapa nama peserta seleksi capim KPK jilid V.
"KPK telah menyampaikan dan memaparkan data tersebut pada Pansel pagi ini, 23 Agustus 2019. Dari 20 nama yang lolos hasil tes profile assessment hari ini, terdapat sejumlah calon yang bisa dikatakan punya rekam jejak cukup baik. Namun, ada nama-nama yang teridentifikasi memiliki catatan," ujar Febri, saat dimintai konfirmasi, Jumat (23/8).
Febri mengatakan, catatan tersebut di antaranya ketidakpatuhan dalam pelaporan LHKPN, dugaan penerimaan gratifikasi, dugaan perbuatan lain yang pernah menghambat kerja KPK, dan dugaan pelanggaran etik saat bekerja di KPK.
"Sedangkan yang terkait dengan data pelaporan LHKPN, 18 orang pernah melaporkan LHKPN sejak menjadi penyelenggara negara. Sedangkan 2 orang bukan pihak yang wajib melaporkan LHKPN karena berprofesi sebagai dosen," katanya.
Febri menuturkan, KPK akan membahas kembali rencana lanjutan penelusuran rekam jejak setelah Pansel Capim KPK mengumumkan 20 nama.