Jakarta, Gatra.com - Hasil penelitian Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menunjukkan bahwa pemindahan ibu kota hanya menguntungkan provinsi tujuan dan tidak berdampak banyak secara nasional.
"Pemindahan ibu kota hanya berdampak (positif) bagi provinsi tujuan," ujar peneliti Indef, Rizal Taufikurahman dalam diskusi publik di ITS Tower, Jakarta, Jumat (23/8).
Hal tersebut menimbulkan tambahan biaya bagi provinsi-provinsi lain karena konektivitas belum terbangun dengan baik. "Sebaiknya pemerintah meninjau ulang rencana pemindahan ibu kota ini. Termasuk indikator ekonomi makro yang menyertainya," kata Rizal.
Rizal menyampaikan, pemindahan ibu kota, baik ke Kalimantan Timur maupun Kalimantam Tengah hanya meningkatkan output ekonomi pada beberapa sektor non-tradable good (barang tak dapat diperdagangkan) yakni sektor administrasi, pertahanan, pendidikan, kesehatan, kertas dan publikasi, perumahan, asuransi, transportasi, perdagangan, komunikasi, serta rekreasi dan jasa pelayanan lain.
Sebaliknya, pemindahan ibu kota akan memicu penurunan output hampir di semua sektor atau industri baik di tingkat provinsi maupun naisonal, terutama sektor tradable goods dan berbasis sumber daya alam.
"Dampak pemindahan ibu kota terhadap harga barang-barang, baik di level provinsi maupun nasional akan mendorong kenaikan harga," tuturnya. Inflasi pun akan lebih tinggi di provinsi tujuan karena menurunnya output sektor-sektor di atas.
Pemindahan ibu kota juga tidak memberikan dorongan terhadap perubahan PDB riil secara nasional, tapi hanya terbatas pada provinsi tujuan dan sekitarnya.
"Tenyata, indikator-indikator makro-ekonomi pembentuk ekonomi riil memang untuk produk domestik bruto regional (PDRB) Kalimantan Tengah akan naik 1,77 persen, jauh lebih besar dibanding Kalimantan Timur yang 0,24 persen."
Pemindahan ibu kota ke Kalimantan Tengah hanya berdampak positif terhadap Kalimantan Barat dengan kenaikan PDRB sebesar 0,01%. Sedangkan pemindahan ibu kota ke Kalimantam Timur hanya berdampak positif terhadap Kalimantan Utara dan KalImantan Selatan dengan pertumbuhan PDRB masing-masing 0,02% dan 0,01%.
"Oleh karena itu, lebih baik fokus menyelesaikan masalah-masalah ekonomi yang ada dan jelas-jelas akan mendorong perbaikan ekonomi," kata Rizal.
Ekonom senior Indef, Mohammad Fadhil, beranggapan bahwa argumen pemerintah untuk memindahkan ibu kota ke Kalimantan demi pemerataan ekonomi masih dapat dipatahkan. Menurutnya, masih ada daerah lain yang tingkat ekonominya tidak sebaik Kalimantan, contohnya: Papua, Maluku, dan Sulawesi.
"Argumen tersebut (pemindahan ibu kota) masih debatable (dapat diperdebatkan). Belum jadi suatu argumen yag meyakinkan. Kalaupun kita pindah, wajar-wajar saja, tapi harus dilihat argumentasi dan urgensinya," tuturnya.