Jakarta, Gatra.com - Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta segenap pihak yang terlibat dalam kasus diskriminasi rasisme terhadap mahasiswa Papua untuk bisa saling memaafkan.
"Menurut saya, dalam konteks sosial boleh saja. Tapi dalam konteks penegakan hukum tidak boleh. Walaupun sudah diralat, karena semalam sudah ngomong 'tegakkan hukum'," ujarnya saat ditemui di Komnas HAM, Jakarta, Jumat (23/8).
Menurutnya, persoalan rasisme ini merupakan masalah yang serius. Bahkan, lanjut Anam, saking seriusnya dan dibenci di dunia, rasisme ini dalam kondisi apapun adalah kejahatan, baik kondisi perang atau bukan.
"Kasus kemarin [diskriminasi Papua di Surabaya] aparat ataupun ormas yang melakukan tindakan rasisme, ya dihukum. Kalau itu ada tentara, adili pakai koneksitas jangan adili pakai pengadilan militer. Itu yang harus clear di pemerintah," ujarnya.
Anam meminta pemerintah dan pengadilan dapat mempublikasi proses penegakan hukum terkait masalah diskriminasi tersebut. Selain itu, permasalahan lama yang sudah terjadi dalam konteks Papua, seperti Wasior dan Wamena juga harus diangkat ke publik.
"Pasti orang akan melihat bahwa ini serius. Kalau enggak, ketemu doang, ngopi, macam-macam ya kapan selesainya," ujarnya.
Anam mengingatkan kepada pemerintah dan Presiden untuk tidak hanya menjanjikan keadilan bagi penyelesaian kasus tersebut. Namun, ada tindakan yang betul-betul dirasakan oleh publik, maupun masyarakat Papua.
"Jangan main-main dengan agenda keadilan, karena agenda keadilan itu melukai banyak hal. Yang sudah terluka sulit untuk berjabat tangan, kecuali itu diberesi. Kalau permasalahan apapun yang terjadi kita beresin agenda keadilannya, jangankan jabat tangan, suruh pelukan, cium pipi kanan kiri juga kelar. Artinya cair," ujarnya.
Anam juga menegaskan akan pentingnya agenda keadilan yang harus dijalankan oleh Presiden. Sebab, agenda keadilan ini akan menjadi cerminan pemerintahan Presiden Jokowi selama lima tahun ke depan.
"Kalau tidak selesai, maka 5 tahun ke depan Presiden Jokowi akan menghadapi Papua dengan gejolak yang sama. Dan itu bisa dipastikan. Jangan main-main dengan agenda keadilan," katanya.