Jakarta, Gatra.com - Anggota Ombudsman RI (ORI), Alamsyah Saragih, menduga, tindakan PT KAI yang tidak lagi memberhentikan Kereta Api (KA) Walahar dan Jatiluhur di Stasiun Kemayoran merupakan suatu tindakan diskriminatif.
Meski begitu, Alamsyah saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) di Stasiun Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat (23/8), mengatakan, perlu pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan ada tindakan diskriminatif atau tidak.
"Jadi tindakan diskriminatif dalam pelayanan publik. Itu baru dugaan karena teman-teman lapor ke kami, kami analisis sebentar, dugaannya ini harus dicek apakah betul ada diskriminasi atau ada faktor lain," katanya.
Lebih lanjut, Alamsyah menjelaskan, sidak ini dilakukan karena banyaknya laporan yang masuk ke ORI, mengenai pemberhentian mendadak KA Walahar dan Jatiluhur. Jika sebelumnya penumpang 2 KA lokal itu dapat berhenti di Stasiun Kemayoran, maka setelah diberlakukannya peraturan itu sejak 8 Juni lalu, mereka harus turun di Stasiun Tanjung Priok.
Stasiun pemberhentian baru itu dinilai terlalu jauh. Sehingga membuat penumpang harus mengeluarkan ongkos tambahan setiap harinya. Tidak hanya itu, waktu yang mereka butuhkan untuk mencapai tempat tujuan pun menjadi semakin lama.
"Waktu perjalanan molor, paling tidak sampai 45 menit. Habis itu, mereka harus nyambung pakai ojol [ojek online], kenaikan biaya Rp30-60 ribu per hari. Itu dirasa memberatkan karena sebulan menghabiskan Rp600-800 ribu," ungkapnya.
Menanggapi hal itu, ORI pun berencana untuk melakukan pemanggilan terhadap direksi PT KAI. Selain itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Perkeretaapian juga akan turut diundang untuk menjelaskan mengapa sebenarnya peraturan itu dijalankan. Pemanggilan ini, sambung Alamsyah, akan dilakukan pada Selasa mendatang (27/8).
"Kami akan memanggil PT KAI dan Dirjen Perkeretaapian. Kami akan melihat adakah solusi yang bisa mengatasi persoalan dari para penumpang ini," katanya.