Jakarta, Gatra.com - Mantan Gubernur Jawa Barat (Jabar), Deddy Mizwar, mengaku diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait rapat di Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Jabar yang dipimpinnya terkait perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi, Jabar.
"Mendalami hasil-hasil rapat BKPRD. Ada keputusan. BKPRD yang dikaji kembali, ditanyakan kembali dan beberapa surat yang saya juga baru tahu," ujar Deddy usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (23/8).
Pemeriksaan Deddy kali ini untuk memperdalam kasus yang membelit tersangka Iwa Karniwa. Namun saat dikonfirmasi mengenai adanya uang yang diterima Iwa, Deddy menyangkal mengetahui hal tersebut.
"Ya Raperda, ya, karena, kan, Pak Iwa salah satunya tentang itu. Saya tidak pernah tahu [permintaan uang]. Ya nanti di sidang kita lihat. Mungkin saya juga diundang ke sidang," ujar Deddy.
Dalam kasus ini, KPK sudah menetapkan Sekretaris Daerah (Sekda) Jabar nonaktif, Iwa Karniwa, sebagai tersangka termasuk mantan Presiden Direktur PT Lippo Cikarang, Bartholomeus Toto.
Iwa diduga menerima suap untuk "melicinkan" pembahasan substansi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Bekasi Tahun 2017.
Penyuapan tersebut terjadi karena Raperda RDTR Kabupaten Bekasi tidak kunjung dibahas oleh Pokja Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) di tingkat provinsi. Untuk melancarkan pembahasan, pejabat Kabupaten Bekasi terlebih dahulu harus bertemu dengan Iwa.
Iwa meminta jatah Rp1 miliar untuk penyelesaian proses RDTR di tingkat provinsi. Atas permintaan tersebut, Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR, Neneng Rahmi Nurlaili, meneruskan permintaan Iwa kepada salah satu karyawan PT Lippo Cikarang.
Lippo Cikarang bersedia dan menyiapkan uang pelicin tersebut. Uang haram itu kemudian diserahkan kepada Neneng Rahmi untuk diteruskan kepada Iwa. Uang diserahkan Neneng melalui perantara sebesar Rp900 juta untuk pembahasan Raperda RTDR Kabupaten Bekasi.
Atas perbuatannya Iwa diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.