Jakarta, Gatra.com - Pionir halal science, Irwandi Jaswir, tengah mengembangkan produksi rumput laut cokelat untuk dijadikan suplemen kesehatan. Menurutnya, di dalam rumput laut terdapat zat antioksidan fucoxanthinol, yang berpotensi melawan obesitas dan kanker.
"Di dalam rumput laut cokelat ini ada antioksidan yang disebut antioksidan fucoxanthinol, yang mana bisa mencegah obesitas dan punya potensi untuk melawan kanker juga," kata Irwandi saat dihubungi Gatra.com, Jumat (23/8).
Fucoxanthinol, kata dia, banyak terdapat pada rumput laut cokelat yang tumbuh di laut Makassar. Selain sebagai bahan makanan, rumput laut juga dapat digunakan sebagai suplemen.
Pada awal penelitiannya, Irwandi menggunakan tikus sebagai objek penelitian. Saat tidak diberikan zat antioksidan fucoxanthinol, jaringan lemak dalam tubuh tikus lebih mudah melebar. Kondisi sebaliknya terjadi pada tikus yang secara rutin diberi zat antioksidan fucoxanthinol.
"Saat kami lakukan penelitian pada tikus, jaringan lemak pada tikus yang tidak diberikan fucoxanthinol itu melebar, sedangkan lemak tikus yang diberi fucoxanthinol akan mengecil. Melihat lebih ke molekuler, hal itu bisa," kata Irwandi.
Untuk membuktikan kebenaran temuannya itu, Irwandi menggandeng sebuah pusat penelitian di Hokkaido University, Jepang. Kali ini, Irwandi menggunakan wanita Jepang sebagai objek penelitiannya. Wanita dengan obesitas yang mengonsumsi suplemen rumput laut, secara perlahan mengalami penurunan berat badan atau berat badannya menjadi lebih terkontrol. "Selama satu bulan, wanita obesitas yang diberi suplemen dan dengan yang tidak (diberikan suplemen), ada perbedaannya," ujarnya.
Setelah berhasil dengan suplemen anti-obesitas, Irwandi tertarik untuk melakukan penelitian lanjutan, untuk mengetahui apakah rumput laut cokelat juga dapat digunakan sebagai penangkal kanker.
Dari 30 sel kanker manusia yang diujicobakan, ternyata beberapa di antaranya menunjukkan hasil positif. Antioksidan di dalam rumput laut tersebut bisa mengontrol sel kanker.
"Ini tidak bisa dianggap obat, karena kalau mau bilang itu obat harus ada penelitian dan uji klinis yang panjang prosesnya. Itu bukan lagi bidang kami sebagai peneliti. Kami bukan dokter ataupun industri farmasi yang berkompeten dalam hal obat-obatan," ujarnya.