Home Ekonomi Industri Pati Jagung Nasional Terpaksa Impor Jagung

Industri Pati Jagung Nasional Terpaksa Impor Jagung

Jakarta, Gatra.com - Perusahaan pati-jagung dan pemanis nasional, PT Tereos FKS Indonesia terpaksa mengimpor seluruh kebutuhan jagung. Hal ini disebabkan jagung lokal belum memenuhi standar industri pangan.

"Untuk industri ini kita butuh jagung dengan spesifikasi tertentu. Aflatoksinnya haris rendah. Corn (jagung) kualitasnya akan terbawa sampai produk akhir," kata Direktur Penjualan dan Pemasaran PT Tereos FKS Imdonesia, Maya Devi, dalam konferensi pers.

Maya mengemukakan, kandungan aflatoksin untuk produk pangan, standarnya adalah  20 ppb (part per billion). "Kita sangat terbuka untuk jagung lokal, tapi harus memenuhi food standard (standar pangan)," ujarnya. Untuk mengembangkan jagung rendah aflatoksin,  pihaknya tengah melakukan riset dengan Institut Pertanian Bogor (IPB)

Presiden Direktur PT Tereos FKS Indonesia, Laurent Lambert, menjelaskan bahwa perusahaannya merupakan produsen pati jagung (corn starch) terbesar di Indonesia dengan pangsa pasar 20% dengan produksi 15 ribu ton per bulan. Selain itu, FKS juga memproduksi 7 ribu ton sirup glukosa dan 2 ribu ton maltodekstron per bulan.

Pada tahun 2018, perusahaan ini mengekspor 35.000 ton pati-jagung ke seluruh dunia. Adapun tujuan ekspornya ke Singapura, Malaysia, Filipina, Thailand, Vietnam, Taiwan, Korea Selatan, India, Turki, dan Senegal.

Menurut Laurent,  Indonesia masih mengimpor 60% kebutuhan pati-jagungnya, terutama dari Cina. "Saya percaya Indonesia memiliki potensi besar dalam industri ini," tuturnya.

Guru besar Universitas Lampung, Bustanul Arifin, menyampaikan bahwa  pendampingan kepada petani dan produksi jagung rendah aflatoksin harus didorong untuk bisa memenuhi kebutuhan industri. Ia  menyayangkan belum adanya zonasi yang jelas mengenai pengembangan jagung pangan di Indonesia.

"Alangkah lebih baik Tereos buat kemitraan dengan petani berupa pembinaan praktik pertanian yang baik (GAP) dan agribisnis karena dapat mengamankan suplai dari petani, rantai pasok, dan nilai tambah," katanya.

 

1751