Bogor, Gatra.com - Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) akan meluncurkan 3 produk inovasi dalam rangkaian peringatan HUT RI ke-74 dan perayaan HUT ke-45 Balitbangtan di Bogor, Jawa Barat (Jabar), Kamis (22/8).
Inovasi yang akan diluncurkan adalah produk-produk nanoteknologi, beras Inpari IR Nutri Zinc untuk atasi stunting, serta Kedelai Biosoy dengan biji besar dan hasil tinggi.
Peneliti teknologi pascapanen Balibangtan, Dr. Evi Safitri, menyampaikan, Produk Nanoteknologi Ramah Lingkungan Balitbangtan telah menghasilkan sejumlah produk nanoteknologi yang diterapkan pada aspek hulu-hilir pertanian dan pangan dengan berbagai status tahapan pengembangannya seperti bioplastik nanoselulosa limbah pertanian, biodegradable foam (Biofoam), nanobiosilika cair, nanobiopestisida cair, nanocoating benih, dan nanohidrogel.
"Nanoteknologi diyakini dapat menjadi salah satu terobosan solusi pembangunan pangan dan pertanian ke depan," katanya dalam keterangan tertulis.
Salah satu produk unggulan yang selaras dengan isu lingkungan adalah produk bioplastik nanoselulosa limbah pertanian dan biodegradable foam (Biofoam). Bioplastik umumnya diproduksi dari pati khususnya pati singkong, namun bioplastik yang ada di pasaran saat ini masih memiliki kekurangan yaitu kuat tariknya yang rendah serta permeabilitasnya yang tinggi.
Penambahan nanoselulosa dari limbah pertanian hasil penelitian Balitbangtan mampu meningkatkan kuat tarik sekaligus menurunkan permeabilitas bioplastic. Keunggulan lainnya, mudah terurai secara alami dalam waktu sekitar 60 hari.
"Penggunaan limbah pertanian sebagai bahan baku nanoselulosa mampu mengurangi pencemaran akibat limbah yang tidak tertangani dengan baik," ungkapnya.
Menurut Evi, biaya atau harga jual bioplastic umumnya 3 hingga 3,5 kali lebih mahal dari plastik konvensional atau sekitar Rp700– Rp2.000 per kantong. Namun dengan keunggulannya terhadap kelestarian lingkungan diharapkan ke depan ada intervensi pemerintah untuk bisa menurunkan harga bioplastic agar bisa bersaing dengan produk plastik konvensional.
Biofoam merupakan kemasan alternatif pengganti styrofoam yang terbuat dari bahan baku alami, yaitu pati dengan tambahan serat (nanoselulosa limbah pertanian seperti jerami) untuk memperkuat strukturnya.
Produk biofoam ini bisa terurai kurang dari 2 bulan bila dibuang ke lingkungan. Namun bila dibuang ke tempat yang lembab maka akan terurai lebih cepat. Biaya produksi biofoam Rp700–Rp1.500 per buah bergantung pada sumber serat dan ukuran biofoam.
Kehadiran bioplastik dan biofoam dapat menjadi jalan keluar atas keberadaan sampah plastik yang selama ini menjadi momok yang menakutkan di Indonesia, bahkan di dunia. Karena kedua produk tersebut mampu terurai alami oleh tanah selama kurang lebih dua hingga tiga bulan.
Produk nano unggulan Balitbangtan lainnya adalah nanobiosilika cair dari limbah sekam padi. Produk ini telah diuji coba pada skala lapang di 17 provinsi pada tanaman padi sawah, lahan kering dan rawa, serta tanaman bawang merah dataran tinggi.
Penggunaan nanobiosilika pada tanaman padi dapat meningkatkan ketahanan terhadap hama penyakit dan mampu memberikan tambahan produksi hingga 1,4 ton GKP per hektare (ha). Sedangkan pada tanaman bawang merah dapat memberikan tambahan produksi hingga 2 ton per hektare.
Menurut Evi, dari bahan baku sekam 5 kg dapat menghasilkan 2 liter Biosilika cair. Biaya produksi biosilika cair Rp30.000 per liter yang dapat dimanfaatkan untuk memupuk 5 ha sawah. Sementara, produk komersial yang ada di pasar harganya berkisar Rp100.000-150.000. Saat ini produk biosilika cair dalam tahap pengajuan lisensi oleh PT Pupuk Kujang.
Produk selanjutnya adalah biosilika bubuk yang dapat dimanfaatkan menjadi filler atau bahan pengisi untuk produk karet. Penambahan silika bubuk mampu meningkatkan ketahanan abrasi dan kuat tarik produk karet seperti ban atau alas kaki.
"Saat ini, teknologi sudah dikerjasamakan dengan PT Tri Angkasa, perusahaan alas kaki berorientasi ekspor. Biaya produksi biosilika bubuk Rp20.000 per kg," ujar Evi.
Kemudian, produk nanobiopestisida cair yang sudah diujicoba di lapang untuk mengendalikan penyakit pada tanaman kakao dan nilam dengan efektivitas 3-4 kali lebih tinggi dibandingkan biopestisida konvensional.
"Produk ini telah dilisensi oleh mitra industri. Selain dalam bentuk cair, Balitbangtan juga sedang mengembangkan produk nanobiopestisida serbuk," katanya.
Produk lainnya yang dikembangkan Balitbangtan adalah nanozeolit dan nanocoating yang dapat diterapkan dan meningkatkan umur simpan buah, seperti pada pisang, mangga, manggis, dan salak, lebih dari tiga minggu untuk tujuan ekspor.
Penggunaan nano zeolite untuk menyerap etilen yang dikeluarkan oleh buah selama transportasi. Biaya tambahan sebesar Rp500 untuk 1 kg buah. Sedangkan penggunaan nanocoating akan menekan respirasi buah sehingga umur simpan lebih Panjang. Biaya produksi nanocoating Rp50.000 per liter yang dapat digunakan untuk 1 ton buah.
Produk potensial lain yaitu nanohidrogel dengan bahan baku tongkol jagung, limbah pertanian yang belum termanfaatkan secara optimal. Hidrogel merupakan polimer dengan struktur sedemikian rupa sehingga mampu menyerap air dan menahannya dalam kurun waktu tertentu.
"Hidrogel merupakan bahan yang banyak digunakan untuk popok sekali pakai/diapers, dan media tanam pengganti tanah," katanya.
Inpari IR Nutri Zinc untuk Atasi Stunting
Kekurangan Zn dalam tubuh selain berakibat menurunnya daya tahan tubuh, produktifitas, dan kualitas hidup manusia, kekurangan gizi Zn juga menjadi salah satu faktor kekerdilan atau stunting pada bayi dan balita.
"Inpari IR Nutri Zinc adalah varietas padi yang memiliki kandungan Zn tinggi (34,51 ppm), dibandingkan varietas lain yang rata-rata memiliki kandungan Zn sebesar 24,06 ppm," kata Dr. Suprihanto, peneliti penyakit tanaman padi dari Balitbangtan.
Keunggulan tersebut diharapkan dapat turut menyukseskan program pemerintah dalam mengatasi kekurangan gizi Zinc dan meminimalisir stunting di Indonesia. Selain kaya nutrisi, varietas ini juga memiliki produktivitas tinggi, tahan WBC, Blas, dan Tungro, serta rasa nasi enak.
"Dengan keunggulan tersebut, diharapkan varietas ini memiliki daya adaptasi luas dan dapat diterima oleh konsumen padi di Indonesia," kata Suprihanto.
Benih varietas Inpari IR Nutri Zinc telah tersebar luas ke berbagai daerah di Indonesia. Sebanyak 33 Badan Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) akan memproduksi benih Inpari IR Nutri Zinc untuk mempercepat diseminasi dan adopsi tersebut di setiap provinsi.
"Produksi benih tersebut sekaligus merupakan demplot pengenalan varietas kepada stake holders di tiap provinsi," katanya.
Kedelai Hasil Tinggi Berbiji Besar, Biosoy
Kedelai merupakan sumber protein nabati paling popular dengan kandungan protein yang tinggi (36-43%) bagi masyarakat Indonesia. Melalui perakitan varietas unggul yang disesuaikan dengan preferensi masyarakat (petani), Balitbangtan mengenalkan VUB Biosoy-1 dan Biosoy-2.
"Biosoy mampu mencapai hasil lebih tinggi 18% dan 14% lebih tinggi dari varietas Grobogan dan Anjasmoro. Biosoy 1 memiliki potensi hasil 3,3 ton per ha dan Biosoy 2 potensi hasilnya 3,5 ton per ha," kata Dr. Sustiprijatno, Kepala Bidang KSPHP.
Menurutnya, kedua varietas ini memiliki stabilitas hasil yang luas di berbagai lokasi pengujian. Kedelai Biosoy berumur lebih genjah 83-84 hari, atau 7-8 hari lebih genjah dari varietas Grobogan dan 3-4 hari lebih genjah dari Anjasmoro.
Jumlah polong kedua varietas ini lebih banyak dibanding varietas Grobogan namun lebih sedikit dibanding jumlah polong Anjasmoro. Ukuran biji terlihat dari bobot 100 butir biji, Biosoy 1 dan Biosoy 2 masing-masing 21,74 dan 22,35 g per 100 biji jauh lebih besar dibanding Anjasmoro 16,14 g per 100 biji dan lebih besar dari Grobogan 20,72 g per 100 biji.
Pada MT 1 dan MT 2 tahun 2018, UPBS BB Biogen memproduksi benih penjenis (BS) dan benih dasar (BD) varietas Biosoy 1 dan Biosoy 2. Diharapkan pada MT 2 tahun 2018 dan MT 2019 benih pokok dan benih dasar kedua varietas ini sudah dapat didistribusikan kepada petani-petani penangkar terutama di sentra-sentra produksi kedelai di Indonesia untuk diproduksi lebih lanjut benih dasar (BD), benih pokok (BP) dan benih sebar (BR).
Dalam kurun waktu tidak terlalu lama, benih sebar kedua varietas unggul baru ini diharapkan dapat didistribusikan kepada petani-petani di berbagai wilayah di Indonesia sehingga berdampak terhadap peningkatkan produksi nasional kedelai menuju swasembada kedelai tahun 2020.