Home Politik Cerita Dari Bukit Kijang di Asahan yang Belum Terang

Cerita Dari Bukit Kijang di Asahan yang Belum Terang

Asahan, Gatra.com - Suara lantunan ayat suci Al Quran terdengar dari sebuah rumah. Meski suasana temaram, hanya menggunakan lilin, sejumlah anak sedang belajar membaca al Quran.

Suasana gelap dan mencekam sudah 50 tahun menyelimuti Dusun tiga Bukit Kijang, Desa Gunung Melayu, kecamatan Rahuning kabupaten Asahan, Sumatera Utara (Sumut). "Ya begini kalau malam, gelap gulita,"ujar Rojak, 56, warga Bukit Kijang, Jumat malam (16/8).

Kampung ini tepat berada ditengah perkebunan kelapa sawit. Kondisi geografis ini menambah malam semakin pekat, meski malam belum larut. Padahal arloji masih menunjukkan pukul 20.00 WIB.

Baca Juga: Warga Bukit Kijang Menuntut Pemerintah Aliri Listrik

Walau belum larut, suasana malam sudah sangat sepi. Tidak ada lagi aktivitas apapun. Warga sudah berdiam diri di dalam rumahnya masing-masing dan barangkali sebagian bahkan sudah tertidur lelap.

Bukit Kijang menjadi salah satu kampung yang nyaris tidak tersentuh pembangunan. Meski negeri ini sudah 74 tahun merdeka. "Sudah puluhan tahun kami merindukan penerangan listrik, namun tak pernah terwujud," kata warga ini.

Infrastruktur jalan yang buruk, ditambah tanpa listrik membuat Bukit Kijang menjadi kampung yang terisolir dan tertinggal. Ironinya, kampung ini tak jauh dari pusat pembangkit listrik si Guragura. "Dulu sempat pernah ada listrik, tahun 2010, itupun menggunakan genset berkapasitas besar yang dibiayai dari PNPM Mandiri," kata Kepala Desa, Syaiful Amri.

Baca Juga: Pernyataan Aliran Listrik Mati Akibat Pohon, Rugikan Rakyat

Namun 2012 pasokan listrik kembali terputus. Genset rusak dan tidak bisa diperbaiki lagi. Bukit Kijang pun jadi gelap lagi. Warga mengaku lelah memperjuangkan agar listrik bisa menerangi kampung ini. Berkali-kali bersama aparat desa persoalan ini diaspirasikan ke PLN. DPRD dan Pemkab Asahan.

Namun tidak pernah disahuti sampai saat ini. "Saya baru 2,5 tahun jadi Kades. Tapi sebelum saya, persoalan ini sudah lama diperjuangkan, ujar Syaiful.

Persoalan pembangunan infrastruktur jaringan listrik menjadi inti persoalan. PLN tidak mampu membangun jaringan instalasi karena terbentur persoalan pembayaran ganti rugi ke perusahaan perkebunan PT. London Sumatera (PT.Lonsum) atas pemakaian areal HGU perusahaan ini serta biaya ganti rugi atas tanaman.

Baca Juga: Hujan di Medan, Mobil dan Gereja Tertimpa Pohon

Pengakuan warga pihak PT Lonsum meminta ganti rugi Rp661 juta. "Kalau segini besar dari mana uang warga. Makanya ini sudah berulangkali dilaporkan ke Pemkab Asahan, tapi ya tidak diatasi," ungkapnya.

Ada 33 Kepala Keluar (KK) di kampung itu. Sebagian besar hanya bermata pencaharian serabutan. Untuk mengatasi krisis listrik ini sebagian kecil warga terpaksa membeli genset. Namun tetap saja persoalan krisis listrik tidak teratasi.

Biaya operasionalnya yang tinggi serta pasokan bahan bakar yang jauh karena infrastruktur jalan yang sulit, genset jarang dinyalakan warga. "Kalau pun nyala itu pun hanya 4 jam, dari sore menjelang malam hingga pukul 22.00 WIB," kata Syaiful lagi.

Baca Juga: Korsel Tawarkan Investasi Listrik Sebesar US$ 6,5 miliar

Sementara itu Kapolres Asahan, AKBP Faisal F Napitupulu menyatakan, persoalan Bukit Kijang akan diambil alih Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda). Perwira polisi ini berjanji, sebelum tahun depan listrik sudah menyala dikampung ini.

"Masalah listrik itu sudah menjadi kebutuhan primer," ujarnya saat menghadapi puluhan pemuda dari berbagai OKP dan ormas yang berunjuk rasa ke DPRD, Jumat siang (16/8).

Mendengar kepastian ini, puluhan pemuda yang mewakili warga Bukit Kijang langsung bersorak gembira. Serasa mimpi mereka untuk menerangi kampung halamannya dengan mandi cahaya listrik akan segera terwujud. Terlebih setelah menunggu setengah abad lamanya. "Syukurlah. Kalau begitu Hari Kemerdekaan tahun depan, kampung kami sudah terang benderang," ungkap Rojak.

Reporter: Edy Gunawan Hasby

481