Jakarta, Gatra.com - Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) menyosialiasikan peraturan baru tentang obat hewan dalam Permentan No. 40 Tahun 2019 tentang Tata Cara Perizinan Berusaha Sektor Pertanian.
Permentan tersebut mengatur soal penerbitan izin usaha obat hewan, sertifikasi cara pembuatan obat hewan yang baik (CPOHB), pengeluaran dan pemasukan obat hewan, serta pendaftaran obat hewan. Sehubungan dengan itu, Kementan menyelenggarakan pertemuan di Kantor Pusat Kementan, Jakarta, Senin (19/8).
Direktur Kesehatan Hewan, Ditjen PKH, Kementan, Fadjar Sumping Tjatur Rasa, menyampaikan bahwa pertemuan itu dalam rangka pembinaan produsen, eksportir, dan importir obat hewan di Indonesia. Selain itu juga untuk menginformasikan bahwa pemutakhiran aplikasi berbasis online obat hewan secara terpadu terkait pendaftaran obat hewan, dapat diakses melalui situs obathewan.ditjenak.pertanian.go.id.
"Pelayanan pendaftaran obat hewan yang sebelumnya dilakukan secara semi-online, saat ini sudah bisa dilakukan secara full online," ujar Fajar di kantornya, Rabu (21/8).
Berdasarkan data per 15 Agustus 2019, terdapat 95 perusahaan produsen obat hewan, 34 perusahaan eksportir obat hewan dan 233 perusahaan importir obat hewan.
Fadjar mengatakan, sesuai dengan arahan Presiden dalam Indonesia Industrial Summit pada 4 April 2018 yang lalu, fenomena Revolusi Industri 4.0 berpeluang untuk merevitalisasi sektor manufaktur Indonesia dan mencapai visi Indonesia menjadi 10 ekonomi terbesar di dunia.
Karena itu, ia menyampaikan bahwa usaha investasi harus didukung antara lain melalui percepatan-percepatan yang dilakukan dalam pelayanan usaha yang dapat dilakukan melalui simplifikasi regulasi dan pembangunan aplikasi online pelayanan di bidang obat hewan.
"Upaya Kementan untuk mempermudah perizinan sejalan dengan arahan Presiden dan Menteri Pertanian. Diharapkan, hal ini akan meningkatkan gairah usaha di bidang obat hewan, khususnya untuk ekspor," katanya.
Khusus untuk meningkatkan ekspor, Kementan mengeluarkan Surat Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan No. 14090/PI.500/F/03/2018 pada 18 Maret 2018. Surat yang ditujukan kepada pimpinan perusahaan eksportir obat hewan dan Asosiasi Obat Hewan Indonesia (Asohi) itu menjelaskan bahwa obat hewan produksi dalam negeri yang didaftarkan untuk orientasi ekspor akan mendapat prioritas dalam proses penerbitan SK nomor pendaftarannya, dengan tetap mengacu pada ketentuan yang berlaku.
Fadjar mengemukakan, ekspor obat hewan sejak 2015 sampai dengan pertengahan Agustus 2019 menembus 90 negara di Asia, Amerika, Eropa dan Afrika. Jumlah nilai ekspor pun meningkat dari total senilai Rp5.5 triliun pada 2015 menjadi Rp6,04 triliun pada 2018, dengan persentase peningkatan 9% dalam kurun waktu tersebut.
Adapun yang telah diekspor adalah sediaan biologik (vaksin), farmasetik (antibakteri, antelmintik, antiprotozoa, antiseptik dan desinfektan) dan premiks (bahan baku obat hewan berupa asam-asam amino). "Rekomendasi ekspor obat hewan sejak 2015 sampai semester I 2019 telah menyentuh nilai Rp. 26 triliun," kata Fajar.
Fadjar berharap, melalui pertemuan tersebut, pemerintah dapat mengumpulkan informasi dan mengidentifikasi berbagai permasalahan, tantangan, serta kendala yang dihadapi para pelaku usaha di bidang obat hewan dan mendorong produsen obat hewan menerapkan CPOHB.
"Dengan terjalinnya komunikasi serta koordinasi antara pemerintah, pelaku usaha di bidang obat hewan, dan pemangku kepentingan lainnya, diharapkan seluruh proses administratif dan teknis yang berhubungan dengan peningkatan kapasitas produsen obat hewan dapat terselenggara secara efektif dan efisien," ujar Fajar.