Jakarta, Gatra.com - Direktur Eksekutif Setara Institute, Ismail Hasani, mengatakan, pihaknya menyayangkan sikap pemerintah menambah pasukan TNI/Polri di Papua dan Papua Barat yang dilakukan untuk melindungi obyek vital pemerintahan. Penambahan pasukan adalah suatu kekeliruan pemerintah dalam memahami kondisi Papua.
Menurutnya, penambahan pasukan berpotensi membuat kondisi semakin tidak kondusif. Keamanan dan stabilitas negara yang dikedepankan pemerintah merupakan bentuk pengupayaan stabilitas dengan daya paksa tata keamanan yang membatasi kebebasan warga.
"Pilihan melindungi obyek vital negara dibanding melindungi hak asasi warga Papua sama sekali tidak menunjukkan upaya pengutamaan keamanan manusia atau human security," kata Ismail saat dikonfirmasi Gatra.com, Rabu (21/8).
Ismail mengatakan, pengerahan pengamanan ekstra di Papua adalah cermin pemerintah masih memiliki streotip rasisme dan pemberontak bagi masyarakat Papua. Upaya-upaya yang dilakukan dalam rangka pemulihan seharusnya berbasis pada keamanan manusia (human security), baik dari segi perspektif, pendekatan maupun praksis penyikapan.
"Dalam human security, subjek atas keamanan bukan semata-mata negara (state oriented), melainkan manusia (human oriented), yang ditujukan untuk memastikan pemenuhan HAM, rasa aman, dan keamanan warga Papua," katanya.
Sebagai informasi, Wiranto sebelumnya mengatakan, pasukan pengamanan akan tetap diadakan dan bahkan ditambah di Papua untuk berjaga-jaga dari berbagai kemungkinan yang akan terjadi ke depannya.
"Hanya memang perlu penambahan pasukan untuk lebih meyakinkan pengamanan obyek-obyek vital yang ada di Papua dan Papua Barat. Sehingga ada penambahan pasukan dari luar daerah Papua dan Papua Barat," kata Wiranto, Selasa (20/8).