Home Milenial Soal Pengepungan Asrama Papua di Surabaya, Ini Kronologinya

Soal Pengepungan Asrama Papua di Surabaya, Ini Kronologinya

Surabaya, Gatra.com - Kepala Polrestabes Surabaya Kombes Pol Sandi Nugroho menjelaskan kronologi saat Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan, Surabaya, Jawa Timur, dipadati ratusan organisasi masyarakat (ormas) yang berujung upaya penangkapan paksa kepada 43 mahasiswa asal Papua.

Sandi menuturkan aksi yang dilakukan ormas di Asrama Mahasiswa Papua bermula dari bendera merah putih terbuang ke dalam selokan. Diduga bendera tersebut dibuang oleh mahasiswa Papua di Jalan Kalasan Surabaya.

Saat itu, pukul 16.00 WIB hingga pukul 21.00 WIB, Jumat (16/8) kelompok ormas lalu melakukan aksi di depan asrama Papua. Namun, aksi massa tersebut dapat dihentikan setelah polisi berhasil membubarkan massa.

"Normatifnya, polisi sudah mengerjakan apa yang menjadi standar dan kami tidak mengedepankan upaya paksa. Kita negosiasikan dengan catatan bahwa kita pengin menegakkan hukum tapi jangan melanggar hukum," kata Sandi, Selasa (20/8)

Ia mengaku ketika itu pihaknya telah mengimbau ormas yang berdemonstrasi untuk membubarkan diri. Akan tetapi polisi tetap melakukan penjagaan di asrama tersebut untuk menghindari adanya bentrokan.

"Kenyataannya, jam 21.00 WIB sudah bersih dan kami sudah mengamankan. Di sana (asrama) hanya tinggal petugas yang mengamankan asrama tersebut," lanjutnya.

Kemudian, kata Sandi, perwakilan massa yang melakukan aksi diminta melaporkan dugaan adanya perusakan dan pembuangan bendera Merah Putih ke dalam selokan.

Sehingga, pada Jumat (16/8) malam, massa yang tergabung dalam gabungan ormas itu datang ke kantor polisi dan membuat laporan. "Kita BAP saksi-saksinya, dan kemudian kita lengkapi alat buktinya," jelasnya.

Kemudian pada Sabtu (17/8) sekitar pukul 10.00 WIB, polisi berusaha berkomunikasi dengan mahasiswa Papua karena ada laporan tentang penistaan lambang negara berupa pembuangan bendera Merah Putih.

Dengan adanya komunikasi, Sandi berharap agar laporan yang dilayangkan gabungan massa tersebut bisa diklarifikasi oleh mahasiswa Papua atau Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) di Surabaya.

Namun, upaya negosiasi dengan mahasiswa Papua terkait dengan masalah pembuangan bendera belum mendapat tanggapan. Lalu pihaknya meminta bantuan kepada pihak RT, RW, lurah, camat, hingga perkumpulan warga Papua di Surabaya, mengimbau mahasiswa asal Papua keluar dari asrama dan mengadakan dialog. "Ternyata tetap tidak mendapat tanggapan (untuk mengadalan dialog)," kata Sandi.

Sementara di sisi lain, pihaknya juga mendapat informasi dari gabungan ormas yang melayangkan laporan ke Polrestabes Surabaya bahwa apabila tidak ada jawaban mengenai penyebab pembuangan bendera, massa tersebut akan kembali mendatangi asrama mahasiswa Papua.

"Kira-kira apa polisi akan membiarkan massa itu datang ke sana? Kami mencegah, jangan sampai terjadi bentrokan antara saudara-saudara kita yang ada di sana (mahasiswa Papua) dengan massa lain yang ada (ormas)," terangnya.

Upaya negosiasi mengalami kebuntuan, polisi juga sudah mengeluarkan peringatan sebanyak tiga kali sebelum akhirnya melakukan penindakan dan mengeluarkan surat perintah, antara lain surat perintah tugas dan surat penggeledahan yang sudah disiapkan.

Penindakan dengan mengangkut paksa mahasiswa Papua itu dinilai merupakan upaya terakhir lantaran upaya dialog yang dilakukan sejak pukul 10.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB tidak membuahkan hasil. Setelah itu, polisi membawa 43 mahasiswa Papua tersebut ke Polrestabes Surabaya.

Menurut Sandi, sebenarnya ia hanya akan membawa 15 mahasiswa untuk dimintai keterangan soal perusakan dan pembuangan bendera.

Namun, ada sekitar 30 mahasiswa tambahan yang datang ke asrama pada siang harinya. Ia pun telah memisahkan 15 mahasiswa Papua di sana yang dinilai berkompeten untuk memberikan keterangan kepada polisi soal adanya perusakan bendera.

"Ternyata mereka tidak mau. 'Kalau mau dibawa teman kami, bawa kami semua' akhirnya kita bawa semuanya ke kantor dan kemudian kita periksa maraton," ujar Sandi. Dalam pemeriksaan itu, Sandi menyiapkan sepuluh penyidik agar proses pemeriksaan tidak memakan waktu lama.

Menurut dia, hanya ada satu mahasiswa yang tidak diperiksa lantaran tidak bisa berbahasa Indonesia. Sehingga polisi pun mengambil keterangan dari 42 mahasiswa asal Papua tersebut.

"Waktu kita periksa, semua dalam keadaan sehat wal afiat dan kita kasih makan supaya bisa melihat bahwa kita mengedepankan hak asasi mahasiswa," tutur Sandi.

Pemeriksaan terhadap puluhan mahasiswa itu selesai pukul 23.00 WIB. Usai diperiksa, 43 mahasiswa Papua itu langsung dipulangkan pada Minggu (18/8) dinihari pukul 00.00 WIB.

"Intinya bahwa kami sudah mengerjakan upaya penegakan hukum untuk mengamankan teman-teman kita supaya tidak terjadi bentrokan massa dengan massa yang lainnya," imbuh Sandi.

551