Pekanbaru, Gatra. com - Masyarakat Riau diharapkan dapat menggali manfaat dari keberadaan infrastruktur jaringan serat optik nasional. Untuk diketahui serat optik punya peran penting dalam mendukung sistem telekomunikasi. Infrastruktur ini telah selesai dibangun dengan proyek yang disebut Palapa Ring. Proyek ini sendiri bertujuan menghadirkan jaringan internet cepat di seluruh pelosok nusantara.
Berbincang dengan Gatra.com, staf ahli Menteri Komunikasi Informatika (Menkominfo) bidang komunikasi dan media massa, Gun Gun Siswadi, mengungkapkan kendati Palapa Ring hadir di semua wilayah Indonesia, masyarakat yang berada di daerah perbatasan negara tetap diharapkan dapat memperoleh manfaat dari infrastruktur itu.
"Palapa Ring itu kan awalnya memang dari daerah perbatasan atau yang dikenal dengan 3 T, Terluar, Terdepan dan Tertinggal. Ini juga bagian dari konsep membangun dari pinggir," katanya di sela-sela acara diskusi publik yang digelar di kota Pekanbaru, Selasa (20/8).
Palapa Ring merupakan bagian dari salah satu proyek strategis nasional yang diatur dengan Peraturan Presiden No. 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksana Proyek Strategis Nasional.
Riau sendiri menjadi bagian Palapa Ring Barat bersama Kepulauan Riau (hingga Natuna). Kawasan ini bertumpu pada kabel serat optik sepanjang 2.000 kilometer. Kabel ini melewati sejumlah wilayah, diantaranya Dumai, Bengkalis, Siak, Tebing Tinggi (Selat Panjang), Tanjung Balai Karimun, Tanjung Bembam (Batam), Tarempa, Ranai, Singkawang, Kuala Tungkal, dan Daik Lingga.
Siswadi menambahkan kehadiran pemerintah melalui infrastruktur itu hanya akan bermanfaat jika masyarakat tempatan dapat menggunakannya untuk kesejahteraan. Tapi, tidak cukup hanya sekadar mengakses informasi.
"Namun juga memilah dan memilih informasi. Pada zaman sekarang ini kan informasi macam - macam banyaknya. Jadi perlu pemberdayaan di sana," tambahnya.
Adapun pemaksimalan infrastruktur serat optik di setiap wilayah sangat bergantung pada kejelian pemerintah daerah. Pasalnya infrastruktur yang dibangun menggunakan dana Universal Service Obligation (USO) itu dalam pemanfaatanya berdasarkan aspirasi dari bawah.
Perihal dana USO, dana ini merupakan pungutan pendapatan kotor operator sebesar 1,25 persen. Perolehan dana tersebut kemudian dikelola untuk membangun akses telekomunikasi, terutama di wilayah-wilayah 3T yang tidak digarap operator lantaran tidak memiliki skala ekonomi dan bisnis yang menguntungkan. Sektor-sektor yang memperokeh akses pelayanan dari sarana telekomunikasi yang dibangun, terdiri atas pendidikan, kesehatan, tenaga kerja, dan pos lintas batas negara, serta sentra-sentra usaha kecil dan menengah (UKM).
"Program USO itu kan bottom - up bukan top down. Jadi atas kebutuhan masyarakat setempat termasuk pemdanya," tutupnya.