Jakarta, Gatra.com- Bank Indonesia (BI) 7 Days Repo Rate atau suku bunga acuan BI masih tergolong tinggi bagi sejumlah kalangan. Dikhawatirkan, tidak cukup mendorong pertumbuhan kredit.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Manajemen Resiko PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, Bob Tyasika Ananta mengatakan, penurunan suku bunga bukan hanya terkait pertumbuhan kredit. Namun terdapat beberapa variabel lain yang berpengaruh. Faktor pertama, perubahan kondisi perekonomian akibat sentimen internal maupun eksternal. Ini membuat pengusaha bersikap wait and see.
“Nah, setelah itu baru mereka melakukan pengembangan usaha,” ujarnya dalam acara "Perbankan Nasional di Tengah Disrupsi Era Industri 4.0", di Perbanas Institute, Jakarta, Selasa (20/8).
Kedua, Bob mengatakan, sasaran penurunan suku bunga ini masih harus diperjelas. Ketiga mengenai resiko yang dipikirkan semua pihak, terutama pengusaha.
Di sisi lain, Direktur Manajemen Resiko BNI berharap, adanya evaluasi terkait Giro Wajib Minimum (GWM). Hal ini berdampak, memunculkan pelonggaran likuiditas.
“Ya, ditinjau aja, kemudian lihat secara umum. Sementara ini, kita oke dan likuditas tengah menjadi perhatian kita,” tuturnya.
Meski begitu, Bob menjelaskan, peninjauan dari regulator, BI, akan memperhitungkan berbagai hal, khususnya kondisi ekonomi.
Sebagai informasi, BI menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis point (bsp) pada Juli 2019. Hal ini menyebabkan suku bunga acuan menjadi 5,75% dari 6%. Sedangkan GWM, telah dilonggarkan sebesar 50 bsp pada Juni 2019.