Banyumas, Gatra.com - Himpunan Mahasiswa Papua (Himapa) di Banyumas, Jawa Tengah, meminta seluruh pihak menahan diri terhadap dugaan tindak diskriminatif serta rasial yang dialami mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang, Jawa Timur. Aksi itu juga berujung demonstrasi di Papua dan Papua Barat.
Juru bicara Himapa, Fransiskus Palagaize (20) mengatakan, peristiwa tersebut tak perlu ditanggapi secara emosional. Sebab, mahasiswa Papua hanya ingin menyelesaikan studi dengan rasa aman dan nyaman.
"Mahasiswa Papua di seluruh Indonesia tidak perlu emosional. Kita kembali ke tujuan awal, fokus untuk menyelesaikan studi," ujarnya kepada Gatra.com, di Banyumas, Selasa (20/8).
Frans, karibnya, mengaku khawatir dengan kondisi keluarga di Merauke dan rekan-rekannya di daerah lain karena aksi massa yang merembet ke beberapa lokasi. Oleh karena itu, dia selalu memantau informasi yang berkembang melalui aplikasi Whatsapp.
Menurut dia, Himapa Banyumas menyerahkan pengusutan pelaku dugaan tindakan diskriminatif dan rasisme itu kepada pihak berwenang. Sebab tindakan tersebut tak dapat dibenarkan.
"Kami tidak ingin ada masalah (diskriminasi lagi). Kami ingin seperti semula, kembali damai," tandasnya.
Kendati demikian, dia menyayangkan sikap ormas yang menghalangi mahasiswa yang melakukan aksi demonstrasi. Sebab, hal tersebut merupakan bentuk menyatakan pendapat.
"Kami hanya ingin menyampaikan pendapat. Ini kan negara hukum, demo itu seharusnya juga dilindungi," jelas mahasiswa Program Beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi (Adik) di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto ini.
Agar kejadian rasisme tidak terulang, Frans meminta semua pihak untuk menghargai keberagaman suku, ras, maupun agama. Sebab hal itu menjadi ciri khas dan keunikan bangsa Indonesia.
"Biar tidak terulang, kita sama-sama harus saling menghargai keberagaman suku, ras agama," katanya.