Jakarta, Gatra.com - Polri tidak membekali anggota dengan peluru tajam dalam pengamanan aksi dan pascaaksi di sejumlah titik di Papua. Hal itu disampaikan oleh Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas), Brigjen Pol Dedi Prasetyo.
"Perlu dicatat seluruh anggota Polri yang melaksanakan tugas pengamanan unjuk rasa tidak bawa peluru tajam," kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (20/8).
Dedi menyebut, pada prinsipnya Polri akan mengedepankan langkah persuasif dan membangun koordinasi dengan sejumlah pihak. Sehingga, pihaknya tak ingin masalah itu jadi semakin meluas dengan tindakan destruktif.
"Karena prinsipnya kehadiran anggota Polri di sana berkoordinasi dengan TNI, Pemda justru meredam dan memitigasi jangan sampai tindakan-tindakan yang destruktif berkembang cukup luas. Polri mengedepankan langkah-langkah persuasif guna menghindari jatuhnya korban. Itu lebih penting," ujar Dedi.
Sebelumnya, warga Manokwari, Papua Barat, menggelar aksi dengan membakar ban bekas dan memblokir sejumlah jalan di Manokwari, Senin (19/8) pagi.
Aksi ini disebut sebagai bentuk protes terhadap persekusi dan rasisme yang dilakukan oleh organisasi masyarakat (ormas) dan oknum aparat terhadap mahasiswa Papua di sejumlah daerah, yakni Malang, Surabaya, dan Semarang.
Peristiwa itu dimulai saat aparat mengangkut paksa 43 mahasiswa Papua ke Mapolrestabes Surabaya, Sabtu (17/8) sore. Adapun penyebab pengangkutan itu, diduga untuk pemeriksaan dalam kasus perusakan dan pembuangan bendera Merah Putih ke dalam selokan. Pengangkutan itu dilakukan setelah polisi menembakkan gas air mata dan menjebol pintu pagar asrama mahasiswa Papua di Surabaya.
Aksi di Manokwari itu dilaporkan meluas hingga Jayapura dan Sorong. Polri menyebut beberapa fasilitas sempat rusak, di antaranya Gedung DPRD Papua Barat, eks Kantor Gubernur Papua Barat, gedung perkantoran, dan lainnya. Sejumlah jalan pun diblokir, sehingga aktivitas di sana sempat lumpuh total.