Jakarta, Gatra.com - Manajer Riset Amnesty International Indonesia, Papang Hidayat menyebutkan bahwa peristiwa diskriminasi terhadap masyarakat Papua memang sudah berlangsung sejak lama.
"Saya kira angka kekerasan dan pelanggaran HAM, termasuk diskriminasi dan rasialisme terhadap orang-orang Papua itu cenderung memburuk di sekitar 10 tahun terakhir ini. Bahkan angka kekerasan itu sebetulnya juga dari riset Amnesty 10 tahun terakhir justru lebih banyak karena persoalan nonpolitis," ujarnya saat ditemui di Kantor KontraS, Jakarta, Selasa (20/8).
Baca Juga: Polri: 500 Massa Masih Berkumpul di Sorong
Padahal, lanjut Papang, seharusnya Indonesia pasca damai dengan Aceh, memiliki format membangun penyelesaian politik secara damai dengan kelompok-kelompok bertikai yang menolak NKRI.
Dia menilai, konflik dengan Papua, harusnya dapat lebih mudah diselesaikan karena memiliki pengalaman menangani permasalahan konflik di Aceh.
Baca Juga: Prihatin Kejadian di Papua, Wapres Minta Cooling Down
"Tetapi tanda-tandanya belum ke situ. Sementara arus yang dipandang oleh orang Papua sebagai arus pengeksploitasian Sumber Daya Alam itu terus berlanjut, dan angka kekerasan yang dilakukan oleh aparat juga tidak menurun," jelasnya.
Papang mengkhawatirkan peristiwa konflik terhadap masyarakat Papua dapat menyebabkan ketidakpedulian mereka terhadap kepuasan atas pemerintah. Menurutnya, siapa pun yang melakukan pelanggaran HAM, harus dibawa kepada hukum yang dianut oleh Indonesia sendiri.
"Padahal harusnya nilai HAM dalam konstitusi dan UU Indonesia itu sebetulnya disepakati oleh Negara dan Papua," ujarnya.
Selain itu, sikap anti diskriminasi tidak pernah menjadi kebijakan negara. Dia justru tumbuh karena perlakuan oknum aparat di bawah.
"Pada umumnya tidak ada kebijakan di atas kerja di Indonesia yang memperbolehkan rasisme dan diskriminasi ras. Bahkan ada UU-nya yang menjamin itu di larang," tambahnya.