Tebo, Gatra.com - Puluhan massa yang mengatasnamakan Forum Keluarga Besar Petani Tebo (FKBPT) mendatangi kantor Bupati Tebo, Senin (19/8).
Kedatangan forum perwakilan dari kelompok Serikat Tani Tebo, Serikat Tani Sumay Mandiri, Petani Desa Olak Kemang, Kelompok Tani Bersatu Jaya, Kelompok Tani Sumber Makmur Bersama, Masyarakat Adat Talang Mamak, KPA Wilayah Jambi, Yayasan Keadilan Rakyat dan Walhi Jambi ini, ingin berjumpa dengan Bupati Tebo, Sukandar.
Sayangnya, kedatangan forum ini hanya disebut oleh Wakil Bupati Tebo, Syahlan Arfan di ruang rapat Sekda Tebo.
Ada beberapa poin yang disampaikan forum ini kepada Syahlan. Di antaranya, mereka mendesak di tingkat kabupaten agar segera membentuk Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) sebagai jalan penyelesaian konflik agraria yang ada di Kabupaten Tebo.
Kemudian, mereka minta dikeluarkan rekomendasi pelepasan kawasan hutan di wilayah lokasi prioritas reforma agraria dan pengakuan hak wilayah adat suku Talang Mamak di Simerantihan, Desa Suo-Suo, Kecamatan Sumay, serta menghentikan kriminalisasi dan intimidasi terhadap para petani yang sedang memperjuangkan hak di lokasi prioritas reforma agraria.
Selanjutnya, minta dihentikan penggusuran lahan di wilayah Forum KBPT dan segera terbitkan Peraturan Daerah (Perda) tentang pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat hukum adat di Talang Mamak.
Salah satu perwakilan FKBPT, Abdullah dari Walhi Jambi mengatakan ketimpangan penguasan sumber daya alam dan wilayah kelola menjadi salah satu pemicu munculnya konflik.
Kata dia, eskalasi konflik yang semakin meningkat akan menjadi bom waktu yang bisa meledak kapan saja. Dan jika berkaca dari konflik lahan yang terjadi di Jambi, masyarakatlah yang paling dirugikan atas kondisi tersebut.
"Pemerintah dengan skema Perhutanan Sosial dan Reforma Agraria yang digadang-gadang mampu menjawab persoalan ketimpangan lahan dan bisa memiliki akses terhadap hutan ternyata masih gagap. Karena perhutanan sosial masih berkutat pada proses administrasi yang berbelit-belit,“ ujarnya menjelaskan.
Ia mengambil contoh pada Masyarakat Adat suku Talang Mamak di Dusun Simerantihan, Desa Suo-suo, Kecamatan Sumay, Kabupaten Tebo, hingga kini masih berjuang untuk lahirnya Perda Pengakuan Masyarakat Hukum Adat dan Hutan Adat. Padahal, pembahasan soal itu sudah dilakukan di kabupaten pada (18/7) lalu namun hingga kini belum ada perkembangannya.
Sementara itu, Irmansyah dari Yayasan Keadilan Rakyat (YKR) menilai bahwa konflik agraria telah menyebabkan hilangnya lahan garapan petani yang ada di desa-desa, khususnya yang ada di wilayah Kabupaten Tebo. Perjuangan panjang para petani yang tergabung dalam FKBPT hingga kini, belum menemukan kejelasan terhadap hak atas tanah.
"Karena itu sangat diperlukan keseriusan Bupati Tebo sebagai pemerintah yang memiliki wilayah menyelesaikan konflik yang mengakibatkan kerugian di tingkat masyarakat petani, Sebab, sebagaimana diketahui banyaknya konflik agraria yang muncul saat ini tidak terlepas dari ganasnya izin koorporasi yang diterbitkan di atah tanah yang sudah dikelola oleh masyarakat," kata dia.