Jakarta, Gatra.com - Polri bantah tuduhan anggotanya yang melontarkan kalimat bernada rasis ke mahasiswa asal Papua di Surabaya pada Sabtu, (17/8) lalu. Diketahui, saat itu polisi mengamankan 43 mahasiswa asal Papua atas dugaan pelecehan simbol negara pada bendera merah putih.
Kasus pengamanan 43 mahasiswa itu juga menjadi pemicu pecahnya aksi berujung kerusuhan di Manokwari, Papua Barat, Senin pagi (19/8). Aksi massa yang terdiri dari masyarakat dan mahasiswa, mengecam dugaan rasisme yang diucapkan oknum aparat dan organisasi masyarakat (ormas) saat mengamankan 43 mahasiswa tersebut.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri membantah tuduhan itu. Ia menyebut, kehadiran aparat untuk mengamankan 43 mahasiswa itu.
"Mana yang rasis? Enggak ada tindakan rasis loh. Enggak ada. Justru kita evakusi agar tidak terjadi bentrokan dan korban," kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (19/8).
Dedi menjelaskan, dugaan rasisme justru datang dari beberapa akun di media sosial. Ia mengatakan, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri masih menyelidiki akun yang menyinggung rasis itu.
"Yang kita sesalkan itu, lagi dilacak Direktorat Siber dengan melakukan profiling, identifikasi pemilik akun. Hasil pengecekan, konten tersebut udah dihapus oleh pemilik akun, tapi jejak digital yang viral di media sosial sudah terhapus. Pemilik akun ini masih nunggu proses profiling dan pendalaman," ucap dia.
Selain konten rasis, pihaknya juga menemukan konten hoaks pascapengamanan 43 mahasiswa Papua itu. Dalam konten yang disebar, disebutkan ada mahasiswa yang meninggal akibat penangkapan itu.
"Awalnya akun hoaks disebar ada mahasiswa Papua meninggal, hoaks. 43 mahasiswa papua diamankan itu sudah dikembalikan ke asrama. Kita evakuasi untuk menghindari bentrok fisik antara masyarakat setempat dengan mahasiswa Papua," katanya.
Dedi menjelaskan, apabila pihak yang mengucapkan nada rasis sudah ditangkap, polisi akan melakukan penegakan hukum. "Tentu dilakukan [penegakan hukum)] dan dalami lagi. Alat buktinya video itu. Siapa orang atau oknum yang terlibat nyiapin diksi," jelasnya.
Lebih lanjut, terkait pengamanan 43 mahasiswa itu, Dedi juga membenarkan, ada dugaan pengerusakan terhadap fasilitas sekitar asrama. Namun, pihaknya sampai saat ini belum menentukan tersangkanya.
"Pengerusakan depan asrama memang terlihat. Pengerusakan sering terulang sebelumnya. Masyarakat itu terprovokasi [melakukan] pengepungan, mencoba masuk ke asrama tersebut, tapi dinegosiasi sekian lama dan [aparat] evakuasi segera seluruh mahasiswa dan dikembalikan ke asrama," tuturnya.