Jakarta, Gatra.com - Pendakwah kondang Ustaz Abdul Somad (UAS) dilaporkan oleh tiga pihak ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri atas dugaan kasus penistaan agama. Adapun tiga pelapor itu adalah Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), dosen bernama Manotar Tampubolon, dan Presidium Rakyat Menggugat.
Dugaan penistaan agama itu tersebar melalui potongan video yang beredar di media sosial Twitter. Dalam video itu UAS mengungkit soal hukum melihat salib, setelah mendapat pertanyaan dari catatan di selembar kertas saat dirinya mengisi ceramah.
Ketua Umum Pengurus Pusat GMKI, Korneles Jalanjinjinay menjelaskan, pernyataan UAS dinilai menghina simbol salib. Sebab dalam video itu, Korneles mengatakan bahwa UAS menyebut salib berisikan jin atau setan.
Menurut Korneles, pihaknya melaporkan UAS bukan ingin membandingkan dengan berbagai macam kasus-kasus yang sudah pernah terjadi terkait penghinaan terhadap simbol agama, namun demi menenangkan publik.
"Ini karena dasarnya konstitusional. Mahkamah Konstitusi juga sudah memutuskan menghargai dan menghormati setiap agama masing-masing. Jadi titik beratnya di sini," jelas Korneles di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (19/8).
Dalam pelaporannya, Karneles membawa sejumlah barang bukti berupa dokumen dan video. Saat ditanya soal niat pihak GMKI untuk bertemu UAS, Korneles tak mengelak. Hal itu, kata dia, bisa saja terjadi, namun begitu, proses hukum tetap harus berjalan.
"Apa mau ketemu, berdamai dan lain-lain, tapi proses ini harus berjalan secara hukum supaya ada efek jera bagi yang lain ke depan untuk tidak seperti ini lagi," katanya.
Sementara itu, dosen bernama Manotar Tampubolon juga melaporkan hal serupa. Namun, bukan hanya UAS, ia juga melaporkan penyebar video tersebut.
"Ini kan kelengkapan supaya lebih sempurna. Karena, kalau yang kita monitor kemaren yang di NTT itu hanya Pasal 156 A. Tetapi ini kan ada yang memposting. Siapa yang memposting itu, itu yang kita laporkan supaya tidak sembarangan memposting," jelas kuasa hukum Manitar, Osner Johnson Sianipar.
Menurut Osner, video yang tersebar di Twitter itu membuat resah masyarakat. Hal itulah yang membuat kliennya melaporkan pihak yang diduga melakukan penyebaran video tersebut.
"Bukan hanya (umat) kristen saja, tapi dari lintas agama termasuk juga muslim, kristen, budha dan hindu, ini (video UAS) salah satu yang membuat resah," kata Osner.
Terakhir, laporan dari Koordinator Presidium Rakyat Menggugat, Daniel Tirtayasa. Daniel mengungkapkan, pihaknya melaporkan UAS sebagai bentuk kontrol sosial agar masyarakat tetap bersikap sesuai koridor hukum yang berlaku.
"Bahwa ke depan anak bangsa siapa pun dia, mau Ustaz, Kiai, Pastur, Pendeta orang pintar atau tidak, tidak lagi berbuat semena-mena. Tidak bisa lagi mengucapkan hal-hal yang bisa melukai anak bangsa," ungkap Daniel.
Soal klarifikasi UAS yang menyatakan bahwa video itu sudah dipublikasikan tiga tahun lalu, kuasa hukum Presidium Rakyat Menggugat, C. Suhadi menilai, itu bukanlah persoalannya. Pihaknya beranggapan bahwa video itu mengandung unsur ujaran kebencian.
"Kasus pidana itu kan enggak serta merta langsung berhenti. Untuk menyangkut masa daluwarsanya itu di atas 10 tahun, karena ancaman hukuman lima tahun. Belum lagi kalau kita kaitkan UU ITE pasal 28. Itu akan lebih lama lagi," jelasnya.
Lebih lanjut, C. Suhadi berharap, kepolisian segera mengusut tuntas kasus ini dan jangan tebang pilih dalam menangani suatu kasus.
"Berharap dengan adanya (laporan) ini diproses, mungkin nanti tidak ada lagi orang yang berani mau menghina-hina agama," ujarnya.
Laporan ketiganya sudah diterima Bareskrim Polri. Laporan GMKI diterima dengan nomor polisi LP/B/0725/VIII/2019/BARESKRIM tanggal 19 Agustus 2019.
Sementara laporan Manotar telah diterima dengan nomor polisi LP/B/0724/VIII/2019/BARESKRIM tanggal 19 Agustus 2019. Pihak terlapor ialah UAS dan pemilik akun YouTube FSRMM TV.
Terakhir, laporan dari Presidium Rakyat Menggugat diterima dengan nomor polisi LP/B/0727/VIII/BARESKRIM tanggal 19 Agustus 2019.
UAS dilaporkan atas dugaan tindak pidana penginaan/ujaran kebencian/hatespeech melalui media elektronik, sesuai yang tercantum dalam Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Pasal 45 Ayat (2) jo Pasal 28 Ayat (2).