Solo, Gatra.com – Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menyikapi insiden di Surabaya terkait mahasiswa Papua dan organisasi masyarakat yang menolak mereka. BPIP mengajak semua pihak duduk bersama dan berdialog sebab ada pihak yang menarik kejadian ini seakan terkait masalah etnis.
”Kami akan coba koordinasi dengan pihak-pihak terkait. Ada kecenderungan konflik Papua ini dibawa ke problem primordial. Seolalah-olah hal ini merupakan problem etnis. Maka dari itu kami berupaya agar hal ini tidak terjadi,” ucap Pelaksana Tugas Kepala BPIP Haryono saat ditemui di kampus UNS Solo Senin (19/8).
Haryono menekankan pentingnya untuk tak memaksakan ideologi Pancasila secara fisik. Para pihak yang terlibat konflik harus diajak duduk bersama untuk membahas masalah ini dalam konteks keindonesiaan. ”Jangan sampai ada yang salah paham kalau Papua itu seolah-olah terpisah dari Indonesia,” ucapnya.
Haryono menekankan semua pihak agar duduk bersama dan diskusi. ”Pancasila memberikan ruang bahwa Indonesia ini untuk semuanya,” ucapnya.
Haryono menambahkan, Pancasila bukan warisan ideologis, namun warisan sosial budaya yang harus dilestarikan setiap individu. ”Kita ambil contoh Muso, pemberontak dan pemimpin PKI. Ayahnya seorang kiai yang religius,” kata Haryono.
Untuk itu, Pancasila harus dirawat tiap individu, tidak bisa melalui keturunan darah atau DNA, melainkan melalui proses dan harus diperjuangkan terus-menerus.
Pada kesempatan ini, BPIP bekerjasama dengan Universitas Sebelas Maret (UNS) untuk melakukan sosialisasi nilai Pancasila pada generasi muda melalui seminar serentak di 13 titik. Salah satu materi seminar adalah mengajarkan Pancasila sebagai perilaku konkrit. Harapannya, Pancasila bisa terus diterapkan oleh generasi muda.
”Makanya kami juga menggandeng 74 tokoh yang sekaligus kami beri apresiasi atas dedikasinya dalam mengembangkan diri dan temuannya,” katanya.