Jakarta, Gatra.com - Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat (Humas) Mahkamah Agung (MA) Abdullah menegaskan putusan MA terkait perkara korban kerusuhan Maluku tahun 1999, wajib dibayarkan oleh Pemerintah. Namun ganti rugi tidak harus berbentuk uang tunai.
"Jadi bukan berarti membayar dalam bentuk uang yang diberikan secara tunai," ujar Abdullah usai acara peringatan hari jadi MA ke-74 di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, Senin (19/8).
Abdullah mengatakan, kedepan pemerintah dapat mengganti rugi dalam bentuk alokasi anggaran untuk pembangunan daerah tersebut. Namun itu sepenuhnya diserahkan eksekusi pembayaran ke Pemerintah.
"Bisa saja kalau memang itu percepatan supaya dibangun sendiri-sendiri atau bagaimana, kita belum tahu itu semua kebijakan pemerintah," tambahnya.
Diketahui Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan pemerintah dari putusan Kasasi ditolak oleh MA. Penolakan itu diputuskan oleh ketua majelis Soltoni Mohdally dengan anggota I Gusti Agung Sumanatha dan Hamdi tertanggal, Kamis (15/8).
Perkara ini berawal dari gugatan class action dan dilayangkan masyarakat Maluku ke PN Jakpus pada 2011. Dalam permohonannya, mereka menggugat 10 pihak diantaranya Presiden RI, Menko Kesra, Mensos, Menteri Keuangan, Menteri Bappenas, Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal, Menko Polhukam, Menko Perekonomian, Gubernur Maluku, Gubernur Maluku Utara dan Perwakilan Pemda Maluku, Maluku Utara dan Sulawesi Tenggara.
Dalam putusannya, PN Jakpus memerintahkan Presiden dan tergugat lainnya untuk mengganti senilai Rp 3.944.514.500.000 terhadap sebanyak 213.217 Kepala Keluarga atau senilai Rp 15 juta untuk bahan bangunan rumah dan Rp 3,5 juta untuk masing-masing KK.
Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta pada tingkat banding juga menguatkan putusan PN Jakpus, pada 11 Mei 2015. Ditingkat kasasi, Mahkamah Agung juga menguatkan putusan tersebut.