Jakarta, Gatra.com- Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Udayana, Jimmy Zeravianus Usfunan menyarankan Dewan Perwakilan Rakyat, untuk mengkaji kembali RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (Kamtansiber).
Menurutya, RUU itu belum bisa disahkan, apabila masih terdapat beberapa pasal yang menimbulkan polemik di masyarakat, sehingga berpotensi tumpang tindih dengan aturan lain.
"RUU yang masih menimbulkan polemik perlu dikaji secara mendalam, agar sinkron dengan kebijakan lain. Jangan terkesan membuat satu RUU dengan hanya dikejar-kejar waktu, tapi substansinya tidak sesuai kebutuhan," ujar Jimmy, Sabtu (17/8).
Jimmy menuturkan, RUU tidak boleh lepas dari peran serta masyarakat. DPR tidak boleh sepihak mengesahkan RUU yang diinisiasinya. Ia juga mengingatkan DPR agar tidak sekadar formalitas, melibatkan masyarakat dalam merumuskan UU.
"Kalau seandainya masyarakat, lalu kemudian akademisi melihat masih banyak hal-hal yang belum pas di dalam satu RUU ini. Mau tidak mau harus diikuti, ujar Jimmy.
Jimmy juga mengingatkan DPR untuk melaksanakan pesan yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo dalam pidato kenegaraan di depan Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Jumat (16/8).
Dalam pidatonya, Jokowi berharap, DPR dan pemerintah bekerja sama mereformasi Undang-Undang (UU) yang menghambat atau mempersulit masyarakat. Jokowi tidak ingin ada UU yang tumpang-tindih, sehingga menghambat kemajuan Indonesia. Kata Jokowi, UU yang menyulitkan rakyat harus dibongkar.
Menurut Jimmy, bila RUU Kamtansiber tetap dipaksakan untuk disahkan, akan terjadi keributan antarkementerian/lembaga atau aparat penegak hukum, karena tumpang tindih aturan itu.
"Inilah yang kita di satu sisi ingin efektifitas pemerintahan, tetapi di satu sisi keadaan ketidaksinkronan aturan membuat tidak efektif. Jadi kalau ada polemik, perlu ada kajian mendalam dari semua pihak,"ucapnya.
Solusi untuk mengatasi tumpang tindih itu, kata Jimmy, dengan membentuk pusat legislasi nasional. Ia menilai, langkah itu bisa meniadakan tafsiran parsial terhadap UU atau kebijakan yang selama ini tumpang tindih.
"Kalau tidak sinkron, UU yang nanti disahkan tidak bisa dijalankan," tuturnya.