Jakarta, Gatra.com - Pengamat Terorisme, Al Chaidar membenarkan perkataan Mahfud MD yang menyebutkan, ada ulama radikal dari Arab Saudi datang ke Indonesia. Ulama tersebut membawa uang jutaan dolar AS untuk menyebarkan paham radikal.
"Beberapa kali itu kan mereka muncul. Pertama-tama mereka muncul di Ciawi, daerah Puncak. Kemudian di Cianjur mulai pindah, ke Cilacap [dan] Sukabumi. Terus pindah ke Jakarta, Bekasi, Tanggerang. Sekarang sudah banyak menyebar ke seluruh Indonesia," katanya kepada Gatra.com ketika dihubungi pada Sabtu (17/8).
Ia menyebutkan, saat ini banyak lembaga pendidikan agama berupa pesantren yang didirikan oleh ulama tersebut. Menurutnya, para ulama ini berpaham Wahabi.
"Sudah ada beberapa ulama yang mendirikan pesantren enggak tau darimana duitnya. Dia berasal dari Arab Saudi. Tapi kita enggak ada data yang konkret tentang hal itu, jadi ada beberapa yang kita dengar," ujarnya.
Meski tidak memiliki data konkret, Al Chaidar mengaku dapat menelusuri kebenaran adanya ulama Wahabi pelarian dari Arab Saudi. Menurutnya, hal ini akan sulit diatasi lantaran kelompok ulama ini tidak terlibat secara langsung dengan aksi terorisme.
"Ini tidak gampang mengatasinya karena kelompok ini tidak langsung terlibat dalam kelompok-kelompok teroris," jelasnya.
Ia menambahkan, saat ini pemerintah masih belum dapat menjangkau kelompok yang dicurigai sebagai teroris ini. Bahkan, lanjutnya, beberapa kali pemerintah mengakomodir investasi pendidikan di pesantren tertutup itu.
"Bagi mereka dianggap bagus, padahal itu kan berbahaya," kata Al Chaidar.
Ia berharap, seharusnya pemerintah dapat menindak tegas pesantren yang menyebarkan paham radikal atau pesantren sesat. Pasalnya, tambah Al Chaidar, generasi muda saat ini sangat mudah terpapar paham radikalisme. Terlebih dengan kekuatan modal yang sangat besar.
"Pemerintah seharusnya menindak tegas, seperti yang di Bogor dan Sukabumi. Itu kan harusnya langsung ditutup, tetapi ini malah enggak ditutup. Begitu juga yang di Lhokseumawe ada Pesantren An Annahla yang melakukan tindakan pedofilia. Itu juga tidak ditutup pesantrennya. Jadi hanya dihukum orangnya saja, padahal itukan berbahaya sekali," pungkasnya.