Jakarta, Gatra.com - Ketua Umum PP Muhammadiyah, KH Haedar Nashir, meminta pemerintah maupun parlemen untuk memperjelas peran Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebelum menghidupkan kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
"Sebelum membahas GBHN, perlu didiskusikan ulang posisi MPR sebagai lembaga tertinggi negara yang sudah mengalami perubahan setelah amandemen keempat. Nah, ketika ingin menghidupkan GBHN, wadahnya ini yang di MPR posisinya seperti apa?" kata Haedar di sela-sela Focus Grup Discussion (FGD) Gerakan Suluh Kebangsaan di Hotel JS Luwansa, Jakarta Selatan, Jumat (16/8).
Baca juga: PUSaKO: Tidak Ada Urgensi Dibentuknya GBHN dalam Tata Negara
Menurut Haedar, saat ini peran MPR telah mengalami reduksi baik secara fungsi maupun perwakilan keanggotaan.
"Kalau dulu anggota MPR itu kan wakil politik, wakil daerah, dan utusan golongan, sekarang tinggal Parpol dan DPD, DPD pun masih minta eksistensi," katanya.
Haedar meminta pihak-pihak yang mengusulkan kembali menghidupan GBHN agar mendiskusikan secara matang posisi MPR dengan keanggotaannya agar tidak mengalami ambivalensi.
"Nah, kalau seperti itu nanti MPR sebagai lembaga tertinggi negara yang punya empat fungsi, ditambah merumuskan GBHN, minus memilih Presiden dan Wapres, semuanya kan tergantung konsensus," ujarnya.
Selain itu, Haedar menyebut masih terdapat perbedaan pemahaman terkait substansi GBHN, di antaranya ada pihak yang mengidentikan dengan pembangunan jangka panjang dan ada pula yang memahaminya sebagai garis-garis besar dari haluan negara.
"Nah, garis besar haluan negara itu seperti apa, mestinya merupakan elaborasi lebih terurai dari prinsip dasar yang ada di pembukaan UUD. Jadi di situ kan ada tugas pemerintahan negara, cita-cita nasional, kemudian juga lima dasar Pancasila," ujarnya.
Baca juga: Mahfud MD: PDIP Usul Amandemen UUD Soal MPR dan GBHN
Haedar menegaskan, agar GBHN jangan dielaborasi menjadi terlalu konkret dan terlalu abstrak, namun bisa menjadi jembatan antara nilai-nilai kebangsaan dan rencana pembangunan. Sehingga, nantinya tidak akan ada kontradiksi dari visi misi seorang calon presiden sebab bisa diuji secara konseptual sejalan atau tidak dengan nilai-nilai kebangsaan.
"Tapi itu semua didialogkan, maka sebelum melompat, perlu ada konsensus dari seluruh kekuatan nasional apa yang dimaksud dengan GBHN," kata Haedar.