Jakarta, Gatra.com - Mabes Polri buka suara setelah anggotanya dituduh melakukan intimidasi terhadap empat jurnalis saat meliput aksi buruh di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat (16/8).
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, tuduhan itu harus dibuktikan dulu dengan seragam yang dipakai anggota di lapangan.
"Makanya yang mengintimidasi siapa, jelas enggak dia anggota polisi, dinasnya jelas enggak, pakaian dinasnya jelas enggak?" tegas Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (16/8).
Dedi menjelaskan, dari seragam nanti mudah terlacak anggota yang melakukan intimidasi. Namun, bila petugas berpakaian bak preman, Dedi tak bisa berikan penjelasan lebih lanjut.
"Pakaian apa? Pakaian preman atau dinas? Kalau pakaian preman saya enggak mau komentar, kalau pakaian dinas nanti akan kita dalami dari kesatuan mana," terang Dedi.
Jika memang terbukti polisi yang melakukannya, Dedi mengatakan yang bersangkutan bisa dilaporkan ke Komandan Pengamanan di sekitar lokasi dan atasan dari petugas tersebut. Dedi meminta semua pihak tak gegabah membuat kesimpulan.
"Ya, nanti kita dalami dulu siapa orang-orang itu tapi kalau enggak pakaian dinas, pakaian dinas pun masih didalami juga," paparnya.
Beberapa wartawan baik dari televisi, cetak maupun daring mendapat intimidasi diduga dari beberapa personel kepolisian saat meliput pengamanan aksi buruh di depan gedung parlemen. Salah satunya jurnalis dari SCTV saat merekam video menggunakan ponselnya di pukul oleh personel polisi sehingga terpental jatuh di depan Stasiun TVRI.
Begitu pula dengan jurnalis dari Vivanews, saat merekam aksi polisi membubarkan paksa pengunjuk rasa buruh menggunakan ponselnya.
Ketika mengambil video, tiba-tiba seorang anggota meminta video atau foto untuk dihapus, kalau tidak akan dibawa ke mobil. Padahal, Ia sudah menjelaskan dia adalah wartawan.
"Hapus video tadi, kalau enggak saya bawa ke mobil," kata Jurnalis Viva yang menirukan anggota polisi berbaju putih dengan emosi.
Kemudian, Wartawan Foto Bisnis Indonesia, Nurul Hidayat pun mendapatkan perlakukan yang sama, ketika sedang mengabadikan para buruh yang diamankan ke dalam mobil tahanan oleh polisi, namun foto tersebut diminta polisi untuk dihapus.
"Ketika motret para buruh yang dibawa masuk ke mobil tahanan, tiba tiba petugas ada yang turun suruh hapus foto tersebut. Sempat adu mulut, saya mempertahankan foto, sampai akhirnya temannya datang. Dia bilang saya bawa juga," katanya.
Wartawan foto dari Jawa Pos, Miftahul pun mendapatkan perlakukan yang lebih parah dari anggota polisi ketika mengabadikan para demonstran yang dibawa masuk ke dalam mobil tahanan di depan gedung TVRI. "Saya ditarik bajunya, dihapus fotonya," kata Miftah.
Ia menirukan omongan polisi, "Dihapus juga video dan foto. Tunggu rilis. Kamu jangan sewenang wenang. Lo, Gua lihat dari tadi foto-foto video. Lo mau hapus atau gua kandangin.
Wartawan Inews TV pun juga mendapat perlakuan yang sama dari ketika melakukan kegiatan peliputan masa aksi yang berkumpul di depan TVRI. "Hapus videonya, ntar ada preskon," ujar wartawan Inews.