Jakarta, Gatra.com - Pemerintah akan menempuh berbagai macam strategi fiskal untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi. Salah satunya dengan menjaga pengelolaan yang lebih hati-hati.
Hal ini diungkapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada pidato Pembacaan Nota Keuangan untuk Tahun Anggaran 2020. Jokowi mengklaim, pemerintah selama ini sudah berhati-hati dalam pengelolaan fiskal.
Baca Juga: Masa Puncak Bonus Demografi, Presiden Ingin Perkuat SDM
Misalnya, defisit anggaran dan rasio utang terhadap PDB tetap dikendalikan dalam batas aman, di bawah tingkat yang diatur dalam UU Keuangan Negara, sekaligus untuk mendorong keseimbangan primer menuju positif.
"Upaya tersebut ditunjukkan dengan diturunkannya defisit anggaran dari 2,59% terhadap PDB pada tahun 2015, menjadi sekitar 1,93% pada tahun 2019 dan pada tahun 2020 diturunkan lagi menjadi 1,76%," kata Jokowi.
Baca Juga: Fahri Hamzah Nilai Amandemen UUD 1945 Fatal, Jika...
Sejalan dengan itu, defisit keseimbangan primer juga dipersempit dari Rp142,5 triliun pada tahun 2015, menjadi sekitar Rp34,7 triliun pada tahun 2019. Pada 2020, kata Jokowi, pemerintah menargetkan menjadi Rp12,0 triliun. Kebijakan fiskal ini diharapkan mampu menjaga keseimbangan primer atau bahkan surplus dalam waktu dekat.
"Selain itu, utang pemerintah terus dikelola secara transparan dan akuntabel, dengan memperkecil risiko pada stabilitas ekonomi di masa sekarang dan akan datang," ujar Jokowi.
Presiden juga menekankan, pada RAPBN tahun 2020, belanja negara dipatok mencapai Rp2.528,8 triliun, atau sekitar 14,5% dari PDB. Belanja negara tersebut akan lebih banyak digunakan untuk memperbaiki kualitas SDM dan melanjutkan program perlindungan sosial untuk menjawab tantangan demografi.
Selain itu, belanja juga ditujukan untuk meningkatkan investasi dan ekspor, melalui peningkatan daya saing dan produktivitas, akselerasi infrastruktur untuk meningkatkan konektivitas dan mendukung transformasi ekonomi, serta penguatan kualitas desentralisasi fiskal.