Jakarta, Gatra.com - KPK melakukan penggeladahan di lima lokasi berbeda yaitu Jakarta dan Bandung terkait kasus suap impor bawang putih dengan tersangka anggota DPR RI, I Nyoman Dhamantra.
Dalam kasus ini, KPK telah menggeledah 11 lokasi, mulai dari Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, kantor pihak swasta, money changer dan sejumlah rumah saksi dan tersangka.
"Tim KPK kembali melakukan penggeledahan di lima lokasi. Jadi ada ada dua tim secara paralel yang kami tugaskan hari ini di Jakarta dan Bandung. Di Jakarta dilakukan penggeledahan di tiga lokasi pertama di kantor PT Pertani Persero, tempat tinggal saksi di apartemen Kalibata City, kemudian rumah tersangka ELV di Kota Wisata Flores di Ciangsana Gunung Putri Bogor," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (14/8).
Sementara itu, di Bandung ada dua lokasi yang digeledah KPK yaitu di Katapang Indah Residence dan rumah tersangka DDW. Dari sejumlah lokasi tersebut KPK menyita dokumen-dokumen terkait dengan impor bawang putih dan barang bukti elektronik.
"Salah satu dokumen yang juga menjadi perhatian KPK adalah karena ada kewajiban dari pihak importir untuk melakukan penanaman bawang putih sekian persen," ujar Febri.
Menurut Febri hal itu menjadi perhatian apakah kewajiban itu dilaksanakan atau sudah ada pembicaraan sebelumnya dengan pihak-pihak lain untuk menanam bawang putih itu atau hal itu hanya sekedar formalitas saja. "Ini juga menjadi poin yang kami dalami."
Dalam kasus ini, Nyoman diduga menerima suap untuk mengunci kuota impor yang diurus dari sejumlah pengusaha tahun 2019. Ia telah mendapat komisi awal Rp2 miliar yang diberikan lewat rekening kasir money changer miliknya.
Uang itu sebagai komisi agar Nyoman melakukan pengurusan Surat Persetujuan Impor (SPI) dari Kementerian Perdagangan dalam impor bawang putih ini. Ia juga dijanjikan akan mendapatkan fee awal sebesar Rp3,6 miliar. Kemudian juga disepakati komitmen fee Rp1.700-1.800 dari setiap kilogram bawang putih yang diimpor jika bisa meloloskan impor tersebut.
Selaku penerima suap, I Nyoman, Mirawati Basri dan Elviyanto disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara tiga pihak swasta pemberi suap Chandry Suanda (CSU), Doddy Wahyudi (DDW), dan Zulfikar (ZFK) disangka melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.